Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Perda Hambat Investasi, Pemda Terlalu "Kreatif" dan Kurang Komunikasi

Kompas.com - 21/04/2016, 11:31 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Banyaknya peraturan daerah yang dibatalkan antara lain akibat banyaknya perda yang tumpang tindih. Pemicunya karena kepentingan daerah yang ingin meningkatkan pendapatan asli daerah dan terputusnya komunikasi pemerintah pusat-daerah. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebutkan, 920 perda akan dibatalkan.

Semestinya, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM bisa bekerja sama memantau sejak rancangan peraturan daerah dibahas DPRD dan pemerintah daerah.

"Paling banyak terjadi, pemda mempunyai kepentingan sendiri sehingga menginterpretasikan aturan sesuai kepentingan sendiri. Meskipun sudah ada pembatasan untuk pajak dan restribusi yang bisa dipungut pemda, daerah tetap ingin menciptakan penghasilan yang lebih besar," tutur pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, saat dihubungi dari Jakarta, beberapa waktu lalu.

Senada dengan Feri, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, pemda terlalu "kreatif" dalam menciptakan pungutan-pungutan.

Beberapa penyebab lain disebutkan Feri seperti disharmonisasi peraturan perundangan yang ada di pusat, informasi terkait peraturan perundangan yang tak sampai ke daerah, atau komunikasi yang terputus antara pusat-daerah.

Akhir pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebutkan, 920 perda akan dibatalkan. Aturan-aturan ini terdiri atas 105 peraturan/keputusan Mendagri, 140 perda provinsi dan peraturan gubernur, serta 675 perda kabupetan/kota dan peraturan bupati/wali kota.

Perda-perda bermasalah ini dinilai menghambat iklim investasi serta menciptakan intoleransi dan diskriminasi.

Dalam catatan Kompas, sepanjang 2002-2009, pemerintah pusat pernah membatalkan 1.878 perda. Tahun 2010, sebanyak 407 perda dikembalikan kepada pemda, dan tahun 2012, 824 perda diklarifikasi.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Sumarsono mengatakan, pemantauan sebagai antisipasi berulangnya kemunculan perda-perda bermasalah masih berlangsung.

Dorongan perbaikan salah satunya dilakukan melalui rapat koordinasi nasional kepala biro hukum se-Indonesia yang dilangsungkan awal pekan ini. "Setiap daerah pun diminta aktif menginventarisasi, mengkaji, dan membahas mana saja aturan yang harus dihapus," katanya.

Sigit pun mengakui perlu ada lebih banyak komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. Menurut dia, sosialisasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih kurang.

Padahal, Kemendagri membuka diri kepada DPRD maupun pemda yang berkonsultasi atas raperda yang sedang dibahas. Selain itu, kualitas biro hukum di daerah sangat beragam.

Tak hanya itu, Feri menambahkan, ketika kepentingan mendominasi, adakalanya akademisi atau pusat studi hukum diminta membuatkan naskah akademik untuk draf raperda yang sudah ada.

Proses pembuatan naskah akademik bukan menjadi dasar pemikiran yang mendahului penulisan draf raperda, melainkan dibalik. Naskah akademik pun hanya menjadi semacam "pembenaran" atas kepentingan elite lokal.

"Kami pernah diminta membuatkan naskah akademik untuk raperda yang sudah ada dan kami tolak tentunya. Tetapi, mungkin, ada akademisi yang mau mengikuti kepentingan politisi," tutur Feri yang juga aktif di Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas.

Menanggapi hal ini, Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan, kendati ada asas otonomi, semestinya perda disusun oleh pemda dan DPRD untuk kemaslahatan masyarakat di daerah tersebut. Jadi, perda tidak asal diputuskan dan harus ada kajiannya. Dengan demikian, seharusnya perda tidak bertentangan dengan aturan di atasnya.

Feri menambahkan, pemerintah pusat baik Kemendagri maupun Kementerian Hukum dan HAM semestinya berkoordinasi untuk mengantisipasi berulangnya kehadiran perda-perda bermasalah ini.

Sesuai tugas dan fungsi masing-masing, Kemendagri dan Kemenkumham bisa mengawasi pembahasan rancangan-rancangan perda di berbagai wilayah. Jadi, pemerintah pusat tak hanya pasif menunggu laporan atau konsultasi dari pemda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com