Hasil jajak pendapat terbaru menunjukkan, 68,5 persen responden menyatakan aparat kepolisian belum independen dalam menangani suatu kasus.
Sementara itu, sekitar dua pertiga responden menyatakan, jaksa juga belum independen dari pengaruh pihak luar dalam melakukan penuntutan terhadap suatu perkara.
Keyakinan dalam persentase yang sama juga diungkapkan oleh tiga dari lima responden (68,7 persen) yang menilai hakim belum independen dalam memutuskan suatu perkara.
Kinerja aparat
Sejatinya, independensi aparat penegak hukum dipayungi oleh Undang-Undang Dasar. Pasal 24 UUD 1945 Ayat 1 menyebutkan, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Namun, saat ini amanat UUD tersebut masih jauh dari harapan. Lembaga peradilan kita hampir tidak pernah independen dari tekanan berbagai kepentingan, antara lain beraroma politik dan uang.
Pengadilan yang semestinya menjadi tempat untuk mencari dan memperoleh keadilan justru kerap berlaku ”tidak adil”.
Sejumlah tahapan beperkara di pengadilan seakan tidak bisa lepas dari incaran para mafia peradilan.
Mulai dari pendaftaran perkara, pengaturan majelis hakim, mempercepat selesainya perkara, hingga pemberian vonis, tak luput dari campur tangan pihak lain.
Pemeo bahwa mafia peradilan dilakukan oleh mereka yang mengerti seluk-beluk pengadilan, khususnya aparat penegak hukum, tampaknya masih melekat dalam persepsi publik.
Keyakinan bahwa saat ini masih berlangsung praktik mafia peradilan disuarakan oleh empat dari lima responden (81,7 persen).