Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misbakhun Sarankan Revisi UU Pilkada Fokus pada Tujuh Hal Ini

Kompas.com - 18/04/2016, 15:58 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Muhammad Misbakhun menilai bahwa revisi terbatas terhadap Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota perlu dilakukan untuk menghasilkan kepemimpinan politik lokal yang kuat dan efektif, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah. 

Untuk mencapai hal tersebut, Misbakhun menekankan tujuh catatan penting revisi UU Pilkada yang saat ini tengah dibahas DPR dengan pemerintah.

Pertama, Rancangan Undang-Undang Pilkada harus menghadirkan regulasi yang kredibel.

Menurut dia, regulasi yang kredibel, dalam arti memenuhi kepentingan substantif, menjangkau segala aspek yang dibutuhkan, memiliki makna tafsir tunggal, dan akan memberi sandaran yang kuat dalam menuntun perilaku penyelenggara pemilu.

"Konflik-konflik yang bersumber dari regulasi juga dapat ditekan sedemikian rupa sehingga atas berbagai persoalan yang muncul dalam pemilu dapat diselesaikan oleh regulasi yang ada," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016).

Kedua, menghasilkan penyelenggara yang profesional dan berintegritas. Menurut politisi Golkar ini, kunci untuk membangun demokrasi yang berintegritas adalah penyelenggara pemilihan yang berintegritas dan profesional.

Penyelenggara dituntut memiliki kesadaran yang penuh untuk tunduk kepada prinsip hukum dan etika secara sekaligus dalam penyelenggaraan pemilihan.

Ketiga, melaksanakan proses elektoral yang murah. Hal ini penting karena salah satu tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak adalah efisiensi anggaran.

Karena itu, harus ada komitmen dari semua pihak agar setiap tahapan dalam pemilihan didesain secara murah.

Keempat, memunculkan partai politik yang responsif. Menurut dia, partai politik sebagai peserta pemilihan dalam pilkada secara langsung mau tidak mau harus senantiasa menyesuaikan diri dengan dinamika aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

"Hanya partai politik yang mampu berperilaku adaptif lah yang akan mampu terus berperan dalam kehidupan politik," ucap anggota DPR dapil Jawa Timur II ini.

Kelima, melahirkan kandidat yang mumpuni dan aspiratif. Dalam hal ini, dalam merekrut calon kepala/wakil kepala daerah, parpol harus benar-benar mempertimbangkan kandidat yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas.

Jadi bukan semata-mata karena kemampuan finansialnya sebagaimana kecenderungan yang ada saat ini.

"Fakta bahwa saat ini masyarakat makin cerdas, masyarakat hanya akan memilih figur kandidat yang sesuai aspirasi mereka, yaitu yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas," ucap Misbakhun.

Keenam, mewujudkan perilaku politik yang beradab. Semua pihak, mulai dari penyelenggara, peserta, kandidat, pendukung, dan pemilih sedapat mungkin menghindari praktek-praktek perilaku tidak terpuji.

Ketujuh, revisi UU harus mengarahkan partisipasi yang rasional. Substansi revisi harus bisa menyiapkan pemilih menjadi cerdas dalam membuat keputusan.

Pemilih harus memutuskan berdasarkan preferensi yang rasional dan dengan akal sehat, bukan karena sentimen primordial, imbalan uang atau materi apapun.

"Pemilih cerdas akan mendorong hanya yang berkualitas yang maju di pencalonan," tuturnya.

Kompas TV 32 Pasal tentang UU Pilkada Akan Direvisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com