Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Sutan Bhatoegana Diperberat Jadi 12 Tahun Penjara

Kompas.com - 14/04/2016, 15:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Sutan Bhatoegana dari 10 tahun menjadi 12 tahun penjara.

Sutan selaku anggota legislatif yang memegang kekuasaan elektoral dinilai telah melukai kepercayaan rakyat dengan melakukan korupsi politik.

Sutan memanfaatkan jabatannya sebagai anggota legislatif untuk menerima suap terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan Tahun 2013 untuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Pertimbangannya banyak. Namun salah satunya, ini merupakan korupsi politik. Dia anggota DPR yang memegang kepercayaan rakyat, menyandang kekuasaan elektoral yang dipercaya rakyat, tapi justru menyalahgunakan kepercayaan itu," ujar Ketua Kamar Pidana MA sekaligus Ketua Majelis Kasasi Artidjo Alkostar kepada Kompas (13/4).

Selain terkait korupsi politik, kata Artidjo, Sutan juga berperan aktif menghubungi mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno.

Majelis kasasi yang beranggotakan Hakim Agung MS Lumme dan Abdul Latief menolak kasasi Sutan dan mengabulkan kasasi jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi serta menjatuhkan pidana melebihi tuntutan jaksa.

MA juga mengabulkan tuntutan jaksa untuk merampas tanah seluas 1.194,38 meter persegi di Medan, Sumatera Utara, dan sebuah mobil Toyota Alphard.

Langgar undang-undang

Seperti diketahui, pada 19 Agustus 2015, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Sutan terbukti menerima uang secara tidak langsung senilai 140.000 dollar AS dari Waryono Karno dan 200.000 dollar AS dari Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini serta bangunan seluas 1.194,38 meter persegi dari Saleh Abdul Malik selaku Komisaris PT Sam Mitra Mandiri.

Ia bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Pengadilan Tipikor menghukum Sutan dengan pidana 10 tahun atau lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu 11 tahun penjara (Kompas, 20/8/2015).

Hukuman itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Desember 2015.

Kuasa hukum Sutan Bhatoegana, Eggi Sudjana, mengatakan, keputusan MA menolak kasasi kliennya dan bahkan memperberat hukuman Sutan menunjukkan situasi hukum yang memprihatinkan.

Ini disebabkan putusan hakim tidak berdasarkan alat bukti serta sejumlah keterangan saksi yang dicabut dalam persidangan.

"Ini bentuk pengadilan sesat. Mereka tuduh Pak Sutan terima gratifikasi Rp 2 miliar, tetapi sampai putusan tidak ada barang buktinya, sedangkan keterangan saksi di persidangan juga dicabut, misalnya keterangan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno," kata Eggi.

Lebih lanjut Eggi mengatakan, dirinya akan berdiskusi dengan Sutan untuk merespons putusan MA tersebut.

Salah satu langkah yang akan ditempuh, tambahnya, adalah mengajukan peninjauan kembali (PK) dengan dasar antara lain adanya kekhilafan hakim, penetapan hakim yang tidak sistematis, serta sejumlah novum, seperti tidak adanya barang milik Sutan yang disita dan penetapan tersangka sebelum diperiksa sebagai saksi. (ANA/SAN)

Kompas TV Sutan Bhatoegana Dituntut 11 tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Mempengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Mempengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Nasional
Jokowi Beri Isyarat Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur Sulbar Zudan Arif

Jokowi Beri Isyarat Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur Sulbar Zudan Arif

Nasional
Jokowi Janji Bakal Bangun Asrama dan Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas

Jokowi Janji Bakal Bangun Asrama dan Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas

Nasional
Prabowo-Gibran Bersiap Kembangkan Koalisi Pasca-putusan MK

Prabowo-Gibran Bersiap Kembangkan Koalisi Pasca-putusan MK

Nasional
Dirut Pertamina Paparkan Bisnis Terintegrasi yang Berkelanjutan di Hannover Messe 2024

Dirut Pertamina Paparkan Bisnis Terintegrasi yang Berkelanjutan di Hannover Messe 2024

Nasional
KPK Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Gus Muhdlor

KPK Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Gus Muhdlor

Nasional
“Dissenting Opinion”, Hakim MK Arief Hidayat Usul Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

“Dissenting Opinion”, Hakim MK Arief Hidayat Usul Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com