JAKARTA, KOMPAS.com - Matahari tidak berpindah. Panasnya pun masih setia menemani "Sembilan Kartini" dari Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah yang berdiam di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Tak lama kemudian, semen, krikil, dan pasir tiba untuk kemudian dibalurkan ke kaki sembilan petani perempuan yang datang dari berbagai daerah seperti Rembang, Pati, dan Grobogan itu.
Jauh-jauh dari luar kota, para petani ini menuntut pembatalan pembangunan pabrik semen di sekitar lahan tani mereka. Mereka pun berniat menemui Presiden Joko Widodo untuk mengadukan hal itu.
Setelah selesai diaduk di dalam kotak kayu, satu per satu kaki para "Kartini" yang sudah dibalut gips warna putih dibenamkan.
Sembari membenamkan kaki mereka, para kartini bersenandung merdu.
Salah satu "Kartini" berdiri dan memberi aba-aba dengan tangan terkepal, "Kendeeng... Lestari Jawa Tengah.... Jaya Indonesia... Merdeka...".
Lantunan tembang Jawa berjudul Ibu Pertiwi ciptaan Ki Nartosabdo, dalang wayang kulit legendaris terdengar.
"Ibu Pertiwi, Paring boga lan sandhang kang murakabi,
Peparing rejeki manungsa kang bekti,
Ibu Pertiwi, Ibu Pertiwi, Sih sutresna mring sesami,
Ibu Pertiwi, kang adil luhuring budi,
Ayo sungkem mring Ibu Pertiwi"
Senandung itu terasa begitu pilu saat dinyanyikan bersama. Pada intinya, lagu itu adalah sebuah rasa syukur terhadap kasih dan limpahan rejeki yang telah diberikan "Ibu Pertiwi" kepada manusia.
Maka, seyogyanya, manusia perlu memberi hormat kepada kekayaan alam yang ada di bumi.
Bagi para petani tangguh ini, lagu itu adalah penyemangat.
Tak terkecuali, Deni Yulianti (28) yang mulai berhenti menangis.
Matanya tidak lagi memerah, meski sebelumnya air mata terus menetes di pipinya saat bercerita akan kekhawatirannya saat pabrik semen dibangun.
"Jika pabrik terus berdiri justru lebih berbahaya buat saya dan generasi mendatang," ujar Deni.
Ia menuruti keinginan fotografer agar hasil tangkapan lensa kamera tidak menyebalkan.
Menurut Joko, lagu Ibu Pertiwi ini biasa dinyanyikan saat menanam padi.
Kemudian, lagu berganti dengan lagu Segoro Ilang Amise yang bercerita tentang kondisi air yang mengeruh hingga ikan-ikan mati.