JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dinilai melanggar Undang-undang karena telah mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai konflik kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada Oktober 2015 lalu, MA sudah mengeluarkan putusan memenangkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz.
Namun, Menkumham justru mengeluarkan SK perpanjangan bagi Muktamar PPP Bandung 2011 yang sudah habis masa kepengurusannya sebagai payung hukum penyelenggaraan Muktamar islah.
"Sudah pasti melanggar UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintah. Di UU itu dinyatakan (keputusan Menkumhan) harus memenuhi asas legalitas," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis saat dihubungi, Rabu (13/4/2016).
(Baca: Ini Alasan Menkumham Tak Sahkan Kepengurusan PPP Djan Faridz)
Margarito mengungkapkan, putusan MA ialah putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap dan final. Seharusnya, Menkum HAM memakai dasar itu untuk menyelesaikan konflik di internal PPP. Bukan justru berimprovisasi dengan menghidupkan lagi SK Muktamar Bandung.
"Putusan MA adalah hukum. Maka Menkum HAM menggunakan putusan hukum itu sebagai dasar," ucap Margarito.
Apabila Menkumham tetap mengesahkan kepengurusan Muktamar Islah pada 8-10 April 2016 lalu yang memenangkan Romahurmuziy, maka Margarito menyarankan agar Djan Faridz kembali melakukan gugatan hukum.
"Kalau nanti hasil muktamar kemarin disahkankan oleh Kemekumham, wajar Djan memperkarakan ke pengadilan PTUN," kata dia.
(Baca: PPP Dinilai Tak Punya Sosok Perekat yang Mampu Rangkul Semua Kader)
Yasonna sebelumnya mengakui, dia tidak bisa menjalankan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta di bawah kepemimpinan Djan Faridz.
Yasonna beralasan, penyelesaian dualisme di PPP sebaiknya tidak diselesaikan melalui langkah hukum.
"Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan hukum. Akan lebih baik masalah itu diselesaikan dengan kesepakatan. Ini bukan permasalahan perkara publik, ini perkara perdata. Perkara perdata itu yang paling pokok adalah perdamaian," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Selain itu, Menkumham juga mengaku, masih ada sejumlah persyaratan yang belum dipenuhi oleh kubu Djan Faridz. Namun, dia tidak menyebutkan syarat-syarat yang dimaksud.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.