JAKARTA, KOMPAS.com - Kicauan Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti sempat disinggung dalam rapat paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi itu sebelumnya berkicau soal jatah komisi untuk anggota DPR. (baca: Damayanti Wisnu: Jatah Suap Anggota DPR Seperti Ban Berjalan)
Anggota Fraksi PAN Yandri Susanto meminta pimpinan DPR mengklarifikasi tudingan Damayanti.
"Katanya setiap kapoksi dapat proyek Rp 100 Miliar. Pimpinan DPR dapat lebih besar. Ini kalau nggak diluruskan, bisa merusak marwah DPR," kata Yandri dalam rapat.
Padahal, Yandri yakin banyak anggota DPR yang bersih dan tidak mau bermain-main dalam proyek. (baca: Fadli Zon Minta Damayanti Buktikan Tudingannya)
Setidaknya, Yandri menjamin, dia sendiri sebagai kapoksi Fraksi PAN di Komisi II DPR tidak pernah menerima suap dalam bentuk apapun.
"Kasihan anggota yang tidak terlibat. Jangan sampai kalau tidak kita bantah ini menjadi sesuatu yang benar. Kami mohon pemberitaan seperti ini pimpinan harus proaktif, pimpinan harus tanggung jawab menjelaskannya ke publik," ujar Yandri.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR yang juga pimpinan rapat Taufik Kurniawan berjanji akan mengklarifikasi tudingan Damayanti kepada masyarakat.
"Terima kasih masukannya. Itu penting kita memang harus melakukan klarifikasi," kata dia.
Saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Senin (11/4/2016), Damayanti mengungkap soal kode yang biasa dipakai pengusaha untuk memberikan jatah kepada anggota dewan hingga daftar penerimanya.
(baca: "Kicauan" Damayanti Soal Kode dan Daftar Penerima Suap di Komisi V DPR)
"Pada Oktober 2015 saat pertemuan di Hotel Ambhara, Pak Amran bawa data lebih komplit, ada judul, nama jalan, nominal dan kodenya. Saya kodenya 1e. PDIP itu 1, e-nya saya tidak tahu. Itu berdasar jumlah kepemilikan kursi di DPR, PDIP nomor 1, Golkar nomor 2 dan seterusnya," papar Damayanti.
Saat itu, Damayanti menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT. Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang didakwa memberikan uang sejumlah Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolar Singapura dan 72.727 dolar AS kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary.
Uang suap itu juga mengalir kepada Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin, Damayanti, dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Abdul Khoir menyuap agar mendapat program dari dana aspirasi di Maluku dan Maluku Utara. Dana aspirasi itu dimiliki anggota dewan untuk membantu pembangunan di wilayahnya.
Menurut Damayanti, dana aspirasi ini sudah dijatah oleh pimpinan fraksi lalu juga ketua kelompok fraksi. Peruntukannya pun sudah ditentukan.
"Seperti ban berjalan siapapun anggota DPR pasti dapat," kata Damayanti.