JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti menerima hasil otopsi yang dilakukan PP Muhammadiyah terhadap jenazah terduga teroris Siyono.
Saat ini, kata Badrodin, belum diketahui apakah yang dilakukan anggota Densus 88 Polri merupakan pelanggaran disiplin atau pidana terkait kematian Siyono.
"Kalau itu pelanggaran pidana, silakan diproses hukum," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Badrodin mengatakan, Densus 88 nantinya akan dikenakan hukuman sesuai pelanggaran yang dilakukan. (baca: Uang yang Diterima Istri Siyono dari Polri sampai Rp 100 Juta)
Jika hasil peninjauan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri hanya ditemukan pelanggaran etik, maka yang bersangkutan akan disidang untuk ditentukan sanksi etiknya.
Meski menghilangkan nyawa, kata dia, belum tentu tindakan anggota Densus 88 itu melanggar pidana.
"Kita lihat, kan ada pembelaan diri. Misalnya kita mau melakukan penangkapan, lalu kita dilawan, ditembak, terus pasti kan ditembak duluan. Kan termasuk dalam membela diri," kata Badrodin.
Badrodin mengatakan, anggota Densus 88 pun tidak mau kehilangan nyawanya melawan teroris. Jika teroris melawan, tentu ada bentuk perlawanan yang dilakukan. Seperti yang terjadi pada Siyono.
Dalam kasus ini, kata Badrodin, Siyono melawan petugas terlebih dahulu sehingga ada perlawanan balik. (baca: Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono...)
"Memang mereka yang sudah jadi target, melakukan aksi itu kan dia udah siap dengan kematian. Daripada dia ketangkap, dia melawan. Kalau mati, dia harapannya bisa masuk surga," kata Badrodin.
Meski begitu, Polri terus melakukan evaluasi setiap kali menangkap tersangka teroris. Menurut dia, sejauh ini, kerja Densus 88 sudah maksimal.
Untuk sementara, Badrodin enggan berasumsi mengenai sanksi yang akan dikenakan terhadap anggota Densus 88 itu.
"Kan Propam juga melakukan pemeriksaan apakah itu pelanggaran kode etik, pelanggaran disiplin, atau pelanggaran pidana," pungkas dia.
Hasil otopsi yang dipublikasikan Komnas HAM dan PP Muhammadiyah, tidak menunjukkan tanda-tanda bekas perlawanan dari Siyono.
Rusuk di dekat jantung dan tulang dada patah hingga berakibat fatal pada Siyono. (baca: Hasil Otopsi Siyono, Patah Tulang Iga hingga Luka di Kepala)
Sebelumnya, seperti dikutip Kompas, Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno menyatakan, dari pemeriksaan awal, penangkapan dan pemeriksaan terhadap Siyono sudah dilakukan sesuai prosedur standar operasi yang berlaku oleh Densus 88.
Kekerasan, lanjut Dwi, terjadi ketika petugas membuka borgol Siyono guna menunjukkan lokasi barang bukti di wilayah Prambanan, Yogyakarta.
Saat borgol dilepas, Siyono menyerang anggota Densus 88 sehingga terjadi perkelahian yang menyebabkan pemimpin wilayah Jamaah Islamiyah di Klaten itu meninggal karena pendarahan di bagian kepala.