JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya melihat pemerintah Indonesia sudah hampir melakukan segala upaya untuk membebaskan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf.
Upaya tersebut, salah satunya dengan komunikasi intensif dengan pemerintah Filipina.
Tantowi menyadari ada sejumlah kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam hal ini. Salah satunya adalah konstitusi Filipina yang tak mengizinkan kekuatan asing menggelar operasi militer atau pun operasi penyelematan di wilayah mereka.
"Satu-satunya kekuatan asing itu Amerika. Itu pun melalui beberapa perjanjian," ujar Tantowi di sebuah kafe di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).
Oleh karena itu, Tantowi menambahkan, fakta tersebut membuat Indonesia tak mungkin melakukan operasi penyelamatan.
Sehingga satu-satunya opsi adalah menjalin kerja sama militer dalam rangka operasi penyelamatan tersebut.
"Tapi operasi itu juga tidak dapat dibuka ke publik karena ini operasi rahasia," ucapnya.
Tantowi menduga, penyanderaan ini murni soal uang, bukan aksi politik seperti yang dikira sejumlah pihak.
"Halangan yang kita hadapi sekarang adalah Filipina kan lagi pemilu. Jadi konsentrasi pemerintahnya terbelah. Jadi, memang tidak mudah," ucap Tantowi.
Namun, Tantowi membantah jika pemerintah Filipina disebut tak serius menangani masalah ini. Menurutnya, hanya lah konsentrasi pemerintah Filipina yang terbelah.
"Tapi yang harus digaribawahi, pemerintah harus mengerahkan upaya maksimum dalam hal proteksi terhadap warga. Jangan sampai ada ABK yang tewas," kata dia.