JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hari ini diundang untuk memberikan keterangan kepada penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (12/4/2016).
Ahok rencananya akan memberikan keterangan seputar adanya laporan yang diterima KPK terkait pembelian lahan milik RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Hanya permintaan untuk memberi keterangan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Senin malam.
Hingga saat ini, laporan terkait adanya kerugian negara dalam pembelian lahan milik RS Sumber Waras tersebut masih dalam tahap penyelidikan KPK.
Terdapat beberapa hal yang membuat KPK tidak lantas menetapkan tersangka dan menaikkan status kasus tersebut ke dalam tahap penyidikan.
Tidak ada indikasi korupsi
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, akhir Februari lalu, mengatakan bahwa penyelidik KPK belum menemukan indikasi yang mengarah kepada perbuatan tindak pidana korupsi.
Basaria menjelaskan, untuk menaikan kasus tersebut ke tahap penyidikan, setidaknya dibutuhkan dua alat bukti yang cukup.
Namun, hingga saat ini belum ada bukti yang cukup yang ditemukan penyidik. (Baca: KPK Belum Temukan Indikasi Korupsi dalam Kasus Sumber Waras)
Tidak ada niat jahat
Selain belum adanya indikasi korupsi, KPK juga belum menemukan adanya niat jahat pejabat negara dalam kasus tersebut.
"Kita harus yakin betul di dalam kejadian itu ada niat jahat. Kalau hanya kesalahan prosedur, tetapi tidak ada niat jahat, ya susah juga," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/3/2016).
(Baca: KPK Belum Temukan Adanya Niat Jahat dalam Kasus Sumber Waras)
Menurut Alex, meski Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya penyimpangan dalam pembelian lahan tersebut, KPK tetap perlu membuktikan apakah ada niat jahat seseorang dalam kasus tersebut.
Hal serupa juga dikatakan oleh Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief. Menurut dia, yang paling penting untuk menaikan suatu kasus menjadi penyidikan adalah adanya niat jahat dari pelaku.
"Kalau menetapkan sebagai tersangka, saya harus tahu kamu itu berniat merusak, mengambil keuntungan atau merugikan negara," kata Syarief.
Masalah ini bermula saat Pemprov DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014.
Oleh BPK, proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
BPK juga menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras.
Enam penyimpangan itu adalah penyimpangan dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.