Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuduhan Teroris Masih Melekat pada Almarhum Siyono, Penegak Hukum Dinilai Diskriminatif

Kompas.com - 11/04/2016, 17:17 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyayangkan masih ada proses penegakan hukum yang dilakukan dengan cara penuh kekerasan seperti yang dilakukan terhadap terduga teroris Siyono.

Tak hanya melakukan penangkapan dengan cara kekerasan, kondisi itu diperparah dengan melekatkan predikat ketua atau pengurus organisasi terorisme kepada Siyono meski ia telah meninggal dunia.

"Dengan meninggalnya Siyono dan masih meneruskan tuduhan itu, justru dia sedang membangun satu diskriminasi terhadap Siyono dan punya implikasi buruk terhadap keluarganya," kata Haris di sela konferensi pers hasil otopsi Siyono di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).

(Baca: Hasil Otopsi Siyono, Patah Tulang Iga hingga Luka di Kepala)

Ia pun menyebut langkah yang diambil PP Muhammadiyah dan Komnas HAM untuk melakukan otopsi jenazah Siyono merupakan langkah yang profesional dan bermartabat untuk memberantas terorisme.

"Ya karena selama ini penegak hukum juga amburadul. Sekadar menunjukkan kepuasan kelompok tertentu," imbuh dia.

Kasus ini, menurut Haris, juga dapat dijadikan cermin bagi semua pihak bahwa regulasi terkait pemberantasan terorisme perlu dievaluasi lebih lanjut, terutama terkait penggunaan kekuatan dan wewenang terhadap isu terorisme.

(Baca: Keganjilan Kasus Siyono, Larangan Otopsi Hingga Pria Misterius Bernama Nurlan)

Selain berguna bagi Komnas HAM untuk mengeluarkan rekomendasi, data hasil otopsi dinilai juga bermanfaat bagi organisasi-organisasi masyarakat.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menganggap langkah-langkah yang dilakukan oleh PP Muhammadiyah dan semua pihak yang terlibat hingga hasil otopsi Siyono keluar adalah sebagai gerakan deradikalisasi sesungguhnya.

Gerakan deradikalisasi yang selama ini diberlakukan oleh penegak hukum justru dianggap terus melahirkan terorisme baru.

(Baca: Uang yang Diterima Istri Siyono dari Polri sampai Rp 100 Juta)

"Anak, istri, dan keluarga Siyono juga dicap teroris. Bagaimana mungkin suatu keluarga bisa hidup dengan baik dengan cap teroris? Itulah kenapa Muhammadiyah agak ngotot melakukan advokasi ini," tutur Dahnil.

"Jadi, Muhammadiyah dalam konteks ini, bersama kawan-kawan yang lain, melakukan advokasi tentu dalam rangka mencari keadilan. Bagi Muhammadiyah, ini adalah gerakan deradikalisasi sesungguhnya," lanjut dia.

Kompas TV Muhammadiyah Kawal Kasus Siyono
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com