JAKARTA, KOMPAS.com — Nama pengusaha properti, Djoko Soegiarto Tjandra, diketahui muncul di "Panama Papers" sebagai pemilik aset di negara tax haven. Djoko merupakan buron Kejaksaan Agung terkait kasus pengalihan tagihan utang (cessie) di Bank Bali.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan, pihaknya akan mengkaji lebih dalam apakah aset yang disimpan Djoko di luar negeri itu berkaitan dengan tindak pidana.
"Ya kan tidak tahu itu duit korupsi apa bukan. Kita pelajari," ujar Arminsyah di kantornya, Rabu (6/4/2016).
Arminsyah mengatakan, nama-nama yang tertera di Panama Papers maupun dokumen "Offshore Leaks" masih perlu didalami untuk dilihat apakah asetnya berkaitan dengan pencucian uang atau tidak.
(Baca: Menhan PNG Tolak Komentar Ekstradisi Joko Tjandra)
Sebab, belum tentu orang tersebut menyimpan aset di negara lain karena ingin menyembunyikan hartanya.
"Ini sangat menarik ya, akan kita kaji apakah ada pidananya, korupsinya, pengaruh untuk perekonomiannya segala macam," kata Arminsyah.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum berhasil mengeksekusi Djoko Tjandra. Arminsyah mengatakan, saat ini Djoko masih menjadi warga negara Papua Niugini sejak berpindah kewarganegaraan pada Juni 2012.
"Ya di luar negeri, diusahakan, belum dapat, ya gimana?" kata Arminsyah.
Kejagung, kata Arminsyah, masih mengupayakan ekstradisi Djoko ke Indonesia. Kejagung pun menggandeng sejumlah instansi terkait untuk memulangkan Djoko ke Indonesia.
(Baca: Sudah Ada Perjanjian Ekstradisi, tapi di Mana Djoko Chandra?)
"Malah kita ada tim, sudah beberapa instansi terkait ada Menko Polhukam, Menlu, BIN. Sampai sekarang belum dapat," kata dia.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008, kejaksaan melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah. Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.