JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengkritik adanya dikotomi menteri profesional dan menteri asal partai politik selama ini.
Padahal, kata dia, menteri asal parpol juga merupakan profesional.
Sebaliknya, menurut Hasto, sebagian menteri yang selama ini disebut profesional justru menimbulkan masalah dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Persoalan-persoalan di kabinet justru berasal dari mereka yang dikatakan profesional," kata Hasto dalam diskusi Satu Meja di Kompas TV, Rabu (6/4/2016) malam.
Hasto memberi contoh BUMN, yang kini dipimpin Rini Soemarno, menghasilkan kebijakan kontradiktif seperti penempatan direksi. (baca: Sekjen PDI-P: Rasanya "Reshuffel" Kabinet Akan Dilakukan)
"Saat ini seolah era direksi-direksi bidang keuangan bisa masuk ke seluruh BUMN. Sampai Bulog pun saat itu yang betul-betul sektor riil diisi orang keuangan. Itu hambatan utama menurut kami," kata Hasto.
Senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. Menurut dia, gangguan dalam dunia usaha bukan berasal dari parpol, tetapi menteri yang selama ini disebut profesional. (Baca: Istana: Presiden Berdiskusi "Reshuffle" Kabinet dengan Orang di Sekeliling)
Menurut Hariyadi, 11 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya baik untuk dunia usaha. Namun, kata dia, paket tersebut tidak bisa berjalan baik karena ada masalah kepemimpinan menteri.
Ia memberi contoh waktu tunggu bongkar muat atau dwell time yang selama ini disorot pengusaha, termasuk oleh Presiden Joko Widodo.
Memang, kata dia, proses dwell time kini lebih cepat. Namun, biayanya malah makin besar. (baca: Rizal Ramli Jawab Tantangan Jokowi soal "Dwell Time")
"Cost-nya lebih mahal karena kena tarif progresif. Padahal tujuannya kan pendek dan cost-nya murah. Jadi di dunia usaha sangat terpengaruh kebijakan menterinya," kata Hadiyadi.
"Semakin lambat (Presiden) mengambil keputusan terhadap menteri yang tidak perform, maka semakin sempit peluang kita menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang optimal," tambah dia.