Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Akui Sulit Sidak ke Lapas dan Rutan untuk Cegah Penyiksaan Tahanan

Kompas.com - 06/04/2016, 13:45 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyiksaan oleh aparat negara dinilai masih jadi fenomena silent crime (kejahatan tersembunyi) yang sulit untuk dihilangkan, meskipun saat ini Indonesia sedang memasuki proses transisi ke demokrasi.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI Roichatul Aswidah mengatakan bahwa fenomena tindakan penyiksaan terjadi karena akuntabilitas dan koreksi atas praktik tersebut belum dilakukan dengan baik.

Menurut Roichatul, tidak adanya akuntabilitas dari penegak hukum atas proses penahanan, penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan, menyebabkan upaya pencegahan sulit untuk dilakukan.

"Masih terdapat kendala akuntabilitas dalam mekanisme yudisial oleh penegak hukum," ujar Roichatul dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Rabu (6/4/2016).

Diskusi regional dengan topik "Tantangan atas Pendekatan Transisi dalam Menangani Tindakan Penyiksaan di Asia" itu digagas oleh Asia Justice & Rights (AJAR) bersama dengan Kontras, The National Peace Council dari Sri Lanka, Associacaom Chega Ba Ita (Timor Leste) dan Wimmuti Volunteer Group Myanmar dengan dukungan Uni Eropa.

Lebih lanjut Roichatul menuturkan, Komnas HAM sampai sekarang masih mengalami kesulitan mendapatkan akses masuk ke tempat-tempat penahanan tingkat Polsek hingga Lapas dan Rutan.

Tempat itu disinyalir sebagai lokasi di mana praktik penyiksaan sering terjadi.

Seringkali kunjungan mendadak pada tempat penahanan untuk melakukan fungsi pengawasan dan pencegahan, terkendala dengan mekanisme birokrasi.

Seharusnya sebagai lembaga negara, kata Roichatul, Komnas HAM memiliki kewenangan pemantauan yang bisa ditafsirkan sebagai inspeksi mendadak tanpa harus mengikuti prosedur perizinan yang ada.

"Komnas HAM perlu untuk melakukan kunjungan mendadak pada tempat penahanan agar kami bisa mendapatkan gambaran yang menyeluruh kemudian mendorong perubahan kebijakan," kata Roichatul.

Oleh karena itu ia meminta kepada seluruh lembaga aparat penegak hukum, terutama kepolisian agar lebih terbuka.

Jika tidak ada akuntabilitas, maka Komnas HAM akan sulit untuk melakukan pencegahan atas praktik penyiksaan.

"Basis akuntabilitas harus menjadi modal atas upaya perbaikan perubahan kebijakan," ujarnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Direktur Asia Justice & Rights (AJAR) mengatakan bahwa praktik penyiksaan adalah salah satu risiko yang dialami negara yang sedang mengalami transisi demokrasi.

Apabila negara sudah berhasil menghapuskan atau mengurangi tindakan penyiksaan, maka hal ini menjadi indikator yang penting untuk suksesnya proses transisi ke demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com