JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan mengatakan, sejak awal, keluarga terduga teroris Siyono sepakat untuk tidak melakukan otopsi terhadap jenazah Siyono.
Istri Siyono, Suratmi, pun menyerahkan keputusan kepada orangtua Siyono.
"Saat itu, keluarganya dan masyarakat tidak menginginkan ada otopsi, ingin langsung dikubur, termasuk orangtuanya, bahkan istrinya," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Anton mengatakan, saat itu, pihak keluarga menolak otopsi karena menganggap kejadian tersebut sudah nasib Siyono. Bahkan, keluarga menganggap otopsi bertentangan dengan agama.
Istrinya pun terima saja dengan keputusan orangtua Siyono.
"Sekarang ini istrinya justru berbalik. Kami bingung," kata Anton.
Anton kemudian menunjukkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh ayah Siyono, Marso Diyono.
Dalam surat tersebut, Marso setuju bahwa otopsi tidak dilakukan, tidak menuntut secara hukum, dan menerima dengan ikhlas kematian Siyono.
Anton menekankan bahwa tak ada paksaan dari kepolisian kepada keluarga Siyono untuk menandatangani surat itu.
"Kami tidak menekan. Ayahnya, kakaknya, tidak ingin ini dilanjutkan," kata Anton.
Beredar juga isu adanya luka tembak di tubuh Siyono. Menanggapi kabar itu, Anton membantahnya.
Dia mengatakan, menurut visum et repertum, ada lebam di wajah, tangan, dada, patah tulang rusuk, dan pendarahan di bagian belakang kepala Siyono.
"Sekarang dibuka lagi, diotopsi, dan mencari luka tembak. Dibuka bolak-balik enggak ada karena memang tidak ada luka tembak," kata Anton.