Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2016, 22:32 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Gonjang-ganjing masalah perubahan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak perlu berlarut-larut apabila para pihak yang terkait mau membuka hati dan pikiran untuk menemukan jalan tengah penyelesaiannya. Tidak perlu ada sikap saling ngotot dan pemaksaan kehendak.

"Saya mengimbau kepada semua pihak agar memfokuskan diri kepada tugas yang diamanahkan kepada kita sebagai wakil daerah sesuai amanah UUD 1945 Pasal 22," kata anggota DPD RI, Fachrul Razi, dalam siaran persnya, Selasa (29/3/2016).

Ia mengingatkan kepada teman-temannya di DPD RI agar berkomitmen penuh memperjuangkan aspirasi daerah.

"Jangan terjebak urusan konflik internal yang menguras energi. Rakyat menunggu kerja nyata anggota DPD RI," ucapnya.

Terkait kisruh di DPD RI, Fachrul mengimbau semua pihak menyadari bahwa masalah yang dibicarakan dan disepakati dalam Sidang Paripurna DPD RI pada 15 Januari 2015 adalah memilih satu dari dua opsi draf tata tertib yang dihasilkan oleh panitia khusus.

Kedua draf tersebut masih merupakan persandingan antara tata tertib yang masih berlaku dan draf rancangan perubahan yang masih perlu disempurnakan dan diperbaiki.

Salah satu yang perlu diperbaiki menyangkut sistematika dan perumusannya yang masih mengandung banyak kesalahan, di antaranya banyak pasal yang disusun secara melompat-lompat. Dalam Draf B maupun A, tercantum jumlah pasal 388, padahal setelah diteluri sebenarnya hanya ada 353 pasal.

Selain itu, masih banyak materi yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, khususnya UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Karena itulah, di dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu banyak anggota dan pimpinan sidang yang mengingatkan tentang hal itu.

"Sesuai dengan Pasal 300 UU MD3, penetapan Tatib DPD dilakukan oleh DPD dengan berpedoman kepada paraturan perundang-undangan," kata dia.

Anggota DPD dari Provinsi Aceh tersebut mengingatkan, masalah ini harus diselesaikan dengan tatib yang masih berlaku.

Bila kesalahan yang harus disempurnakan bersifat redaksional dan kesalahan pengetikan (typo), maka perbaikan dapat dilakukan oleh Badan Kehormatan DPD.

Apabila permasalahannya menyangkut substansi atau materi yang harus mengacu kepada amanat UU, maka sebaiknya hal ini kembali dibicarakan secara musyawarah mufakat di dalam panitia musyawarah (panmus).

"Jadi kita kembalikan saja kepada mekanisme yang tersedia, tak perlu ngotot-ngototan dan saling memaksakan kehendak," katanya.

Fachrul menilai bahwa upaya yang dilakukan pimpinan DPD dengan meminta pertimbangan, nasihat, dan pendapat hukum kepada Mahkamah Agung, sebagai hal yang benar. MA juga mempunyai kedudukan dan fungsi sebagai penasihat lembaga negara, termasuk DPD.

"Tapi kalau semua pihak mau membuka hati dan pikiran, tanpa menunggu pertimbangan, nasihat atau pendapat hukum MA pun masalah rancangan perubahan Tatib DPD ini juga bisa diselesaikan. Sebenarnya lebih elegan kalau kita bisa selesaikan melalui musyawarah-mufakat," kata dia.

Menurut Fachrul, membuka masalah ini ke publik dapat memicu permasalahan melebar ke mana-mana. Hal itu dianggap kurang elok karena dapat merusak citra DPD di mata masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com