Kompas.com, Sabtu 26 Maret 2016, memberitakan lima penghuni Rumah Tahanan Negara Malabero, Bengkulu, Jumat malam tewas dalam kebakaran.
Kejadian ini berkaitan dengan penggeledahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu, yang mendapatkan perlawanan dari tahanan.
Pertanyaannya, mengapa tahanan/narapidana melakukan perlawanan? Apakah ini berarti ada (narkoba) yang disembunyikan di dalam penjara?
Pertama sekali, saya turut berduka atas kejadian tersebut. Cukup mengejutkan mengingat penjara bukanlah hotel yang bila ada keadaan darurat, evakuasi relatif mudah dilakukan. Terlalu banyak pintu yang harus dibuka gemboknya di dalam penjara.
Kejadian ini harus menjadi perhatian serius Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dan kementerian Hukum dan HAM umumnya.
Menjawab pertanyaan adakah narkoba di Lapas?, saya teringat pada buku yang ditulis oleh Kathryn Bonella berjudul Hotel Kerobokan (terbit 2009), yang mendeskripsikan keseharian kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali.
Kerobokan is drugs paradise. Drugs all the time. No special time for drugs. Drugs twenty-four hours....Honestly, Kerobokan is full of drugs. The dealers are working with the prison guards, that’s Indonesia.
Ini merupakan kutipan wawancara Kathryn Bonella dengan dua orang narapidana di dalam penjara tersebut (lihat halaman 131).
Pada saat buku ini terbit, tentu muncul berbagai bantahan dari pihak Pemasyarakatan. Namun demikian, peredaran narkoba di dalam penjara bukanlah sesuatu yang baru dalam perbincangan tentang Pemasyarakatan.
Berbagai pemberitaan media massa cukup banyak membuktikan. Terlepas dari kemungkinan generalisasi yang berlebihan atau adanya masalah metodologis dalam penulisan buku tersebut, saya kira Kathryn Bonella memberikan catatan penting dalam sejarah Pemasyarakatan Indonesia.
Pada tahun 2008-2009, saya sempat terlibat di dalam berbagai penelitian untuk penyusunan cetak biru pembaharuan pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan. Temuan yang paling penting bagi saya dari penelitian dan penyusunan cetak biru tersebut adalah kenyataan akan sangat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh Pemasyarakatan.
Sebuah perpaduan antara level mikro dan makro, masalah teknis dan fasilitatif, manajemen organisasi dan sumber daya manusia, hingga kuatnya pengaruh budaya penjara.
Di dalam dokumen cetak biru yang telah ditetapkan menjadi peraturan menteri Hukum dan HAM pada tahun 2009 itu, diakui adanya berbagai masalah pada pelaksanaan teknis Pemasyarakatan.