JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung H.M Prasetyo anggap wajar masyarakat beralih dari alat transportasi konvensional menjadi alat transportasi berbasis online.
Ia mengatakan, justru semestinya alat transportasi non-online itu berbenah diri dan mampu menyesuaikan dinamika tersebut.
"Kami berharap dengan adanya pendatang baru di bidang transport, yang lama berusaha untuk memperbaiki diri," ujar Prasetyo di kantornya, Kamis (24/3/2016).
Prasetyo mengatakan, masyarakat mulai meninggalkan taksi konvensional karena dianggap saat ini ada yang lebih mudah dijangkau dan biayanya tidak begitu mahal.
Menurut dia, baik atau buruknya kendaraan tergantung penerimaan masyarakat.
"Jadi tidak ada yang bisa disalahkan. Yang menggunakannya ini kan 'salah' juga dong, kalau lihat teori sebab-akibat," kata Prasetyo.
Meski begitu, alat transportasi berbasis online ini sudah sepatutnya membayar pajak, sebagaimana alat transportasi konvensional lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah sedang melakukan penertiban dengan memberi waktu dua bulan kepada perusahaan Uber Taxi dan GrabCar untuk bergabung ke operator resmi angkutan atau membentuk badan hukum sendiri supaya keberadaannya menjadi resmi sebagai perusahaan angkutan.
(Baca: Uber dan GrabCar Diberi Waktu Dua Bulan untuk Bentuk Badan Resmi)
Selama dua bulan ke depan, kedua perusahaan angkutan berbasis aplikasi itu diberikan kesempatan untuk memilih badan hukum yang menaungi bisnisnya.
Mereka diberi pilihan, apakah mau bergabung ke dalam operator angkutan umum yang sudah ada atau membentuk badan hukum sendiri sebagai operator angkutan umum baru.
Selama dua bulan itu, Uber Taxi dan GrabCar diperbolehkan beroperasi. Namun, keduanya tidak boleh berekspansi atau menambah unit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.