Oleh karena itu, IDI mengusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyempurnakan petunjuk teknis pemeriksaan narkoba setiap calon kepala daerah.
Caranya adalah dengan menggabungkanpemeriksaan terpadu klinis dan psikologis.
Ketua IDI Daeng Muhammad Fakih mengungkapkan selama ini IDI hanya mendapat tugas untuk memeriksa kondisi kesehatan jasmani calon kepala daerah yang terpisah dari tes narkoba. Padahal, kedua pemeriksaan ini saling mendukung jika disatukan.
"Selama ini IDI hanya melakukan pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani, terpisah dengan pemeriksaan narkotika. Makanya hanya menggunakan metode tes urine dan darah. Sedangkan itu kurang efektif," ujar Daeng dalam rapat Evaluasi Persayaratan Calon Pilkada tahun 2015, di gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2016).
(Baca: Mendagri Resmi Berhentikan Bupati Ogan Ilir)
Dia menjelaskan, pemeriksaan penggunaan narkotika terhadap peserta Pilkada perlu dilakukan dalam dalam tiga tahap. Pertama, melakukan pemeriksaan klinis dengan memeriksa tanda-tanda yang ada di badan seseorang.
Kedua, pemeriksaan psikologis untuk melihat apakah seseorang memiliki kecenderungan menggunakan narkotika dan pemeriksaan laboratorium, yakni pemeriksaan melalui urine, darah, dan rambut.
Untuk pemeriksaan yang komprehensif ini, KPU perlu membuat petunjuk teknis pemeriksaan narkotika baru dengan mengatur metode lain selain tes urine dan darah.
"Menurut kami, tes urine itu kurang valid dan efektif. Zat narkotika itu menempel di rambut lebih lama. Kalau di darah dan urine hanya bertahan 4 sampai 5 hari. Pengguna narkotika yang situasional yang susah untuk diperiksa," kata Daeng.
(Baca: Bupati Nofiadi: Saya Minta Maaf kepada Semua Warga Ogan Iir)
Daeng mengatakan, IDI siap membantu KPU untuk membuat petunjuk teknis metode pemeriksaan tersebut.
Jika ingin pemeriksaan narkotika lebih ketat, IDI harus menggabungkan pemeriksaan narkotika dengan metode pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani.
Dengan juknis yang lebih ketat dan sempurna, KPU akan lebih mudah menjaring peserta Pilkada yang menggunakan narkotika.
"Kalau itu terjadi, lebih mudah kita menjaring. Dengan juknis yang ketat, pengguna narkotika tidak akan berani mencalonkan diri. Kita kan maunya memilih pemimpin yang bebas narkotika," ucap Daeng.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.