Sikap terhadap kritik
Saya lantas berpikir dan mencari. Peristiwa politik seminggu terakhir yang dirasa bikin “gaduh” dan membuat uring-uringan. Segera saya temukan dua aliran politik, dua politisi, dan dua panggung. Untuk temuan ini, saya sejatinya tidak sepakat menyebutnya sebagai kegaduhan.
Seminggu terakhir, dimulai pada 8 Maret 2016, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menggelar “Tour de Java” untuk menyerap aspirasi rakyat dan bertemu kadernya. Presiden ke-6 ini didampingi isteri dan anaknya juga beberapa kali terlihat menantu dan cucunya.
Bukan nepotisme yang mendasari pendampingan ini tentunya. Seperti kita ketahui, isteri SBY yaitu Kristiani Herawati atau Ani SBY adalah mantan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat dan anak SBY yaitu Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas SBY adalah mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Saat ini, Ibas adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR-RI.
Apa yang dilakukan SBY setelah lama “menghilang” lantaran secara konstitusi tidak bisa lagi menjadi Presiden adalah baik. Tidak hanya untuk partai yang didirikan untuk kendaraan politik dan kini diketuainya, tetapi juga untuk pemerintah yang di dalamnya partai demokrat tidak terlibat sama sekali.
Terbukti, di akhir 13 hari “Tour de Java” di Surabaya, Minggu (20/3/2016), Partai Demokrat menyampaikan pandangan dan rekomendasi terhadap 10 isu nasional terkini. Tidak main-main, pandangan dan rekomendasi ini dilakukan dalam Rapat Konsolidasi dengan 34 Ketua DPD PD seluruh Indonesia dan 60 anggota Fraksi PD DPR-RI.
Kritik SBY memang beberapa kali disampaikan kepada pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo selama tur. Namun, menurut saya, ini wajar sebagai bagian dari demokrasi dan karakter oposisi. Lagi pula, kritik yang disampaikan cukup beralasan. Soal kereta cepat (infrastruktur) dan penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) misalnya.