Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Demokrasi dan Pemberantasan Terorisme...

Kompas.com - 17/03/2016, 13:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pascaserangan teror di kawasan Sarinah, Thamrin, pada 14 Januari 2016, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme jadi sorotan.

UU itu dianggap lemah dan gagal menciptakan kondisi negara yang aman dari aksi terorisme. Pilihan untuk merevisi UU tersebut kemudian diambil pemerintah. Revisi lalu dibahas pemerintah bersama DPR.

Seiring pembahasan UU, peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, kini mulai muncul dilema antara demokrasi dengan pemberantasan teroris.

Di satu sisi, revisi UU Terorisme dilakukan agar pemerintah dan aparat penegak hukum tidak sekadar menjadi pemadam kebakaran semata, seperti selama ini. Aparat diharapkan efektif menangkal terorisme.

"Terorisme memang extraordinary crime yang artinya dapat dipahami bahwa pencegahan dan penindakan atas kejahatan membutuhkan payung hukum yang kuat dan luar biasa," ujar Khairul saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (17/3/2016).

Namun di sisi lain, sebenarnya merumuskan formula perundang-undangan yang kuat dan luar biasa tidaklah mudah. Misalnya, soal penangkapan sekaligus penahanan, apalagi yang belum cukup bukti.

(baca: Korban Dianggap Sering Dilupakan dalam Pembahasan RUU Antiterorisme)

"Kesulitan ini berkaitan dengan menjaga titik keseimbangan dengan demokrasi," ujar dia.

Di satu pihak, masyarakat memimpikan ihwal penegakan hukum yang demokratis, profesional, transparan dan akuntabel.

Namun di sisi lain, karakter operasi pemberantasan terorisme bersifat rahasia dan tertutup di mana nilai-nilai demokrasi abstain dari situ.

Khairul mencontohkan, yang paling ekstrem, seandainya tiba-tiba pemerintah mendeteksi ada ancaman terorisme.

(baca: Penambahan Masa Penahanan Terduga Teroris Berpotensi Langgar HAM)

Pemerintah lalu menempatkan aparat keamanan bersenjata lengkap di setiap pojok rumah warga untuk berjaga-jaga.

"Masyarakat tentu akan keberatan karena pasti kenyamanan mereka beraktivitas akan terganggu kan?" ujar Khairul.

Padahal, kebijakan itu merupakan naluri dari pemerintah. Sementara, warga sipil memiliki naluri untuk mewacanakan soal kekhawatiran penyalahgunaan kewenangan, pemberangusan kebebasan sipil hingga potensi munculnya represif rezim otoritarian.

"Dilema bukan?" ujar Khairul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com