Ani menyandang status ibu negara selama 10 tahun ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden RI periode 2004-2009 dan 2009-2014. Hal yang sama dijalani Hillarry ketika Bill Clinton menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat selama dua periode.
"Dari survei-survei (popularitas) enggak muncul dan ruang geraknya terbatas. Ketika menjadi istri presiden, tidak ada sesuatu yang menonjol. Sulit juga kalau dibilang mau mengikuti Hillary Clinton," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/3/2016).
(Baca: Nurhayati: Ibu Ani Bisa Lebih Hebat dari Hillary Clinton)
Menurut Arie, popularitas Hillary terbentuk ketika dirinya maju dalam Konvensi Partai Demokrat di Amerika Serikat melawan Barrack Obama. Kapasitasnya pun kian meroket ketika ia ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri AS.
Sementara itu, kata Arie, ketika Ani masih menjabat sebagai ibu negara, tidak ada prestasi menonjol yang dihasilkan olehnya.
"Bu Ani tidak punya modal kapital seperti itu (Hillary)," ujarnya.
Hanya strategi jelang pilkada
Arie menduga, munculnya gambar Ani sebagai capres Partai Demorkat di media sosial tidak lebih untuk menjaring kekuatan partai itu jelang pilkada.
Popularitas Demokrat yang menurun kala Pemilu 2014 lalu membuat partai itu harus memutar otak agar tingkat elektabilitasnya naik saat pilkada serentak gelombang kedua.
"Sekarang Demokrat ini kan sedang mencoba mencari harta karun yang bisa dikapitalisasi. Tetapi, kalau orientasinya capres ya berat," ungkap Ari.