JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, mengatakan bahwa saat ini pemerintah tidak steril dari kepentingan elite partai politik dan bisnis.
Menurut Busyro, praktik-praktik korupsi yang menjerat pejabat pemerintahan, terutama di daerah, cenderung sistematis dan meluas.
Oleh karena itu Busyro menekankan pentingnya kebijakan yang mengatur mekanisme partisipasi masyarakat dalam menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
"Jangan sampai kepala daerah hanya menjadi mesin ATM dari partai politik," ujar Busyro dalam seminar nasional di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Selain itu Busyro juga menegaskan bahwa penyelenggara negara harus lebih transparan dan akuntabel, misalnya dengan mempublikasikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara secara online agar bisa diawasi oleh masyarakat.
Masyarakat sipil pun harus memiliki komitmen monitoring dan evaluasi bersama secara reguler terhadap unsur legislasi, tata kelola negara dan pembangunan.
"Banyak politik transaksional di berbagai sektor yang menjadi akar korupsi. Pemerintah harus mengundang partisipasi masyarakat sebagai pengawas," ujar Busyro.
Sebelumnya, Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, menyoroti munculnya sejumlah calon kepala daerah yang pernah dijerat dengan kasus-kasus korupsi dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak 2015.
Bahkan ada sejumlah calon kepala daerah yang masih menjalani sisa hukuman di luar penjara dengan status bebas bersyarat.
Dalam catatan ICW, dari 17 kepala daerah yang dikategorikan sebagai calon kepala daerah bermasalah secara hukum, sebanyak 5 orang di antaranya berhasil menang dalam Pilkada.
(Baca: ICW Minta UU Pilkada Atur Larangan Calon Kepala Daerah Berstatus Tersangka Korupsi)
Sementara itu belum lama ini Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun anggaran 2013-2014.
Akibatnya, dana bansos tak tepat sasaran serta menyebabkan kerugian negara sebesar 2,2 miliar rupiah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.