Kejaksaan Agung menyatakan mobil listrik yang dirakit PT Sarimas Ahmadi Pratama, yakni mobil merek Ahmadi Type MPV Listrik, tidak laik jalan sebagai mobil penumpang. Alasannya, beberapa bagian tidak berfungsi.
Kemudian, karena 16 mobil listrik tidak memenuhi syarat teknis dan persyaratan laik jalan, maka pengurusan perijinan kendaraan terhadap 16 mobil listrik tidak dapat dilakukan PT Sarimas Ahmadi Pratama.
Dengan demikian, mobil listrik itu tidak memiliki buku pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
(Baca: Mimpi Mobil Listrik Dahlan Iskan Berujung Masalah)
Selain itu, mobil listrik buatan Dasep tidak sesuai ketentuan, karena gaya kendali rem utama sebesar 620 Newton, sedangkan ambang batas gaya kendali rem utama maksimum 500 Newton.
Hasil uji kincup roda depan sebesar 7 milimeter per meter. Sedangkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah 55 Tahun 2012 Pasal 68 bahwa kincup roda memiliki batas toleransi lebih kurang 5 milimeter per meter.
Penyidik Kejaksaan menilai mobil listrik yang dibuat Dasep bukan merupakan kendaraan baru dan mirip dari kendaraan bermotor merek Toyota tipe Alphard yang semula berbahan bakar premium, kemudian dimodifikasi menjadi bahan bakar listrik.
(Baca: Kejagung: Mobil Listrik Dasep Tidak Layak Jalan)
Mobil listrik itu juga tidak memiliki rekomendasi dari Agen Tunggal Pemegang Merk (ATMP). Sementara dalam Pasal 131 Ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, modifikasi kendaraan bermotor hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari ATPM.
Selanjutnya, rangka landasan ditemukan menggunakan pelat yang ditempelkan pada bagian kendaraan. Berdasarkan Pasal 9 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan, nomor rangka landasan harus ditempatkan secara permanen bukan tempelan pada bagian tertentu rangka landasan.
Oleh Hakim, Dasep dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tak terima dicap bersalah
Meski divonis bersalah, Dasep menyatakan tidak dapat menerima putusan hakim dan akan segera mengajukan banding.
"Kita melakukan yang terbaik, kalau masih ada kekurangan ya itu wajar. Tapi, kalau ini disebut perbuatan kejahatan, saya tidak terima," ujar Dasep di Pengadilan Tipikor, Senin malam.
Menurut pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut, pembuatan mobil listrik adalah aset berharga, sehingga perlu dikembangkan secara lebih besar lagi oleh pemerintah.
Menurut Dasep, hal yang wajar jika riset yang dilakukan seseorang masih memiliki kekurangan. Sehingga, pihak-pihak yang menilai perbuatannya sebagai tindak pidana, sebenarnya belum memahami bidang penelitian.
"Makanya, teman-teman saya di ITB mendesak saya supaya melakukan banding," kata Dasep.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.