Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dimas Oky Nugroho

Pengamat politik ARSC. Founder Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP)

Nasionalisme dan Aktor Baru di Era MEA

Kompas.com - 14/03/2016, 14:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho

Saya tersentak pada dua berita di dua media cetak nasional yang berbeda sekitar pekan lalu. Media pertama mengangkat sebuah artikel murung tentang rendahnya kualitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang banyak membuat patah hati masyarakat kecil dan peserta JKN.

Sementara media kedua, lebih mengkhawatirkan lagi, melaporkan tentang data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa awal 2016 ini telah terjadi lonjakan drastis (74 persen) kedatangan pekerja asing paruh waktu ke Indonesia sejak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan Januari lalu.

Khawatir karena jika tak antisipatif maka anak-anak kita berisiko menjadi penonton di negeri sendiri.

Memimpin bangsa dengan fragmentasi dan kompleksitas problem sosial seperti Indonesia tentunya amat tak mudah. Apalagi secara geopolitik Indonesia sangat strategis di mata berbagai kekuatan politik ekonomi global.

Tekanan dan tarik-menarik datang dari dalam maupun dari luar. Dari dalam tantangannya adalah bagaimana politik dapat diwujudkan seluas-luasnya meningkatkan marwah kehormatan seluruh rakyat tanpa terkecuali, kesejahteraan sosial, pelayanan dan partisipasi publik, serta mewujudkan sistem hukum yang adil dan berwibawa, pemerintahan tanpa korupsi, membangun kohesi nasional dan kemajuan bangsa sekaligus memupus kesenjangan dan keterbelakangan.

Dari luar, betapa betapa politik yang cerdik, strategis, solid dan bervisi amat dibutuhkan untuk membuat negara-bangsa ini berdaulat dan dihormati dalam pergaulan bangsa-bangsa.

Bagi negara kesatuan dengan sistem presidensial seperti Indonesia, pemimpin memang direpresentasikan oleh satu kepala negara-kepala pemerintahan. Namun sejatinya, sejak awal, Indonesia yang majemuk ini dikelola oleh komitmen bersama melalui kolektivitas kepemimpinan, oleh sejumlah aktor politik serta elite kelas menengah yang memiliki cita-cita dan semangat republikanisme yang sama.

Pertanyaannya adalah bagaimana kita saat ini secara kolektif mampu menghadapi tantangan rejim globalisasi, antara lain bernama MEA?

Saya setuju dengan Presiden Jokowi bahwa kita harus optimis karena MEA adalah peluang. Namun untuk menjadi peluang pemerintah harus serius mempersiapkan dan menggerakkan negara dan bangsa ini untuk menjadi pemenang.

Ia akan menjadi peluang hanya jika sumber daya manusia kita khususnya kaum muda bisa dipersiapkan sebaik-baiknya. Dalam hal ini secara mendasar negara harus menyediakan regulasi yang baik, jelas dan berpihak kepada kepentingan anak bangsa.

Fokus pada peningkatan mutu pendidikan; pelatihan untuk peningkatan kapasitas tenaga kerja; kualitas layanan publik khususnya kesehatan (agar kompetitif rakyat harus terjamin gizi dan kesehatannya); kemudahan dan perijinan usaha; iklim ekonomi kreatif; dan akses dukungan terhadap permodalan.

Pastikan jangan sampai anak-anak kita menjadi penonton hanya gara-gara negara tidak terkonsolidasi, malah gagal menyediakan strategi dan regulasi yang tepat untuk mengantisipasi kejamnya kompetisi global dan persaingan antarbangsa.

Sesesungguhnya di sinilah momentum memunculkan kembali semangat nasionalisme baru menggunakan tekanan globalisasi yang diberikan era perdagangan bebas seperti saat ini.

Bagaimanapun relasi antara nasionalisme dan globalisasi bukanlah zero sum game atau permainan menang kalah. Globalisasi sebagaimana disampaikan Hutchinson (2003) dan Held (1996) bisa jadi mengurangi, tapi dalam banyak hal justru memperkuat dan memfasilitasi formasi negara-bangsa dan nasionalisme itu sendiri.

Secara internal, perbedaan-perbedaan obyektif pada aspek identitas sosial dan etno politik dalam bangsa inimenjadi tidak begitu penting sejauh ketersediaan aktor-aktor yang secara strategis dan cerdas mampu mengkonstruksi kohesi dan visi kebangsaan mengantisipasi perkembangan dari zaman ke zaman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com