Budi yang sedianya diperiksa penyidik pada Kamis (10/3/2016) kemarin, tidak hadir dan mengirimkan surat berisi alasan sakit yang tidak jelas.
"Penyidik akan mengirim panggilan ulang. Penyidik juga akan konfirmasi ke dokter yang memberikan surat sakit," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Menurut Priharsa, penyidik menerima surat dari Rumah Sakit Roemani Semarang yang menyatakan Budi sedang dalam keadaan sakit, dan membutuhkan istirahat selama 3 hari.
Meski demikian, dalam surat tersebut tidak disebutkan diagnosis atas penyakit yang dialami Budi.
Penyidik kemudian menghubungi pihak rumah sakit, dan diketahui bahwa tidak ada analisis dokter soal sakit yang dialami Budi.
Mengetahui hal ini, menurut Priharsa, penyidik berencana mengonfirmasi langsung surat tersebut ke dokter yang memberikan rekomendasi.
Sedianya, pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan perdana Budi sebagai tersangka.
Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Budi diduga menerima hadiah atau janji dari Chief Executive Officer PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir, agar PT WTU tersebut mendapat pekerjaan di proyek Kementerian PUPR.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Budi sempat mengembalikan uang suap yang diterima sebesar 305 ribu dollar Singapura.
Namun, oleh Direktorat Gratifikasi KPK, pengembalian uang tersebut ditolak, karena terkait dengan tindak pidana yang sedang ditangani KPK.
Selanjutnya, uang tersebut disita sebagai barang bukti.
Budi diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, Abdul Khoir diduga memberi uang kepada Damayanti, dan dua orang stafnya, Julia dan Dessy, masing-masing 33.000 dollar Singapura.
Damayanti merupakan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P.
Adapun suap yang diberikan kepada Damayanti terkait proyek Jalan Trans-Seram di Maluku yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pembangunan Rakyat.
Uang sebesar 33.000 dollar Singapura itu merupakan bagian dari commitment fee agar PT WTU mendapatkan proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dari dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku.
PT WTU mengincar sejumlah proyek jalan di provinsi itu yang dianggarkan dari dana aspirasi DPR dan dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Perintah lainnya, meminta Soeharto untuk melindungi Presiden, semua anggota keluarga, hasil karya dan ajarannya.
Akan tetapi, Soeharto tidak melaksanakan perintah tersebut dan mengambil tindakan sendiri di luar perintah Presiden Sukarno.
Menurut Asvi, tindakan yang dilakukan Soeharto karena Soekarno telah membuat kesalahan fatal dengan mencantumkan kalimat "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu." (Baca: Supersemar, Surat Sakti Penuh Misteri)
Asvi mengatakan, sebagai seorang sipil, Soekarno seharusnya tidak memberikan perintah yang tidak jelas kepada seorang tentara.
Lebih dekat dengan kekuasaan
Surat perintah itu dinilai membawa Soeharto selangkah lebih dekat dengan kekuasaan.
Tafsir atas "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu" menjadi pengambilalihan kekuasaan dari Soekarno.
"Itu kan selangkah lagi untuk mengambil kekuasaan. Betul Jika dikatakan surat itu adalah kunci pengambilalihan kekuasaan. Jadi kalau pakai itu, tinggal diputar kuncinya dan dapatlah kekuasaan," ujar Asvi.
Setelah menerima Supersemar, langkah pertama yang dilakukan Soeharto adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Surat Keputusan Presiden No 1/3/1966.
Surat itu dibuat dengan mengatasnamakan Presiden bermodal mandat Supersemar yang ditafsirkan oleh Soeharto sendiri. (Baca: Supersemar, Surat Kuasa atau "Alat Kudeta")
Langkah kedua, Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dianggap terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.
Presiden Soekarno sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Supersemar di luar kewenangan yang diberikannya.
Dalam pidatonya yang berjudul “Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah” (Jasmerah), 17 Agustus 1966, Soekarno menegaskan bahwa Supersemar bukanlah “transfer of sovereignity” dan bukan pula “transfer of authority”.
"Dikiranya SP Sebelas Maret adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya SP Sebelas Maret itu suatu transfer of soverignty. Transfer of authority. Padahal tidak! SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengaman ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal!"
Tap MPRS
Pada tahun itu pula MPRS menetapkan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Supersemar karena kekhawatiran Supersemar akan dicabut oleh Soekarno
Menurut sejarawan Baskara T. Wardaya melalui buku "Membongkar Supersemar", penetapan Supersemar sebagai ketetapan MPRS telah mengikis habis kekuasaan Soekarno sekaligus menghilangkan kemampuannya untuk mencegah tindakan politis yang dilakukan Soeharto atas nama surat tersebut.
Sementara itu, menurut Asvi, awalnya Soebandrio pernah menyarankan kepada Soekarno bahwa perintah kepada Soeharto sebaiknya diberikan dalam bentuk lisan saja.
Saran tersebut ditolak oleh Amirmachmud, sehingga menjadi perintah tertulis.
Soekarno juga pernah mencoba mengeluarkan perintah untuk menyebarkan surat yang membantah Supersemar.
Ia meminta bantuan Dubes Indonesia untuk Kuba, AM Hanafi, namun tindakan tersebut tidak membuahkan hasil.
Upaya kedua dilakukan Soekarno lewat Suryadharma, bekas Panglima Angkatan Udara.
Tindakan ini juga gagal karena Suryadharma mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi jalur yang bisa digunakannya untuk menyebarluaskan perintah Soekarno.
"Pers juga tidak mau memberitakan," tutur Asvi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.