Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Seolah Lupa Sejarah Perempuan Papua Diperkosa, Dibunuh, hingga Ditelantarkan Tentara

Kompas.com - 06/03/2016, 18:18 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Veronica Koman menyebutkan, perempuan sering kali menjadi objek atau korban kekerasan konflik. Tak terkecuali perempuan Papua. Jika biasanya laki-laki dibunuh, maka perempuan akan diperkosa terlebih dahulu baru kemudian dibunuh.

Veronica juga menyayangkan, ada sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di Papua yang luput dari sorotan media.

"Pelanggaran HAM berat masa lalu sering luput. Biak '99, Wasior, Wamena, Paniai," kata Veronica di Jakarta, Minggu (6/3/2016).

Ia menuturkan, kasus pelanggaran HAM berat di Paniai mengakibatkan sejumlah mama-mama, sebutan khusus bagi ibu-ibu Papua, memiliki tangan yang berlubang akibat ditembaki peluru.

Para mama tersebut melindungi anak-anak mereka saat para tentara memberondong mereka dengan peluru.

"Tidak ada usaha pengungkapan dari pemerintah. Banyak mama yang tangannya bolong," ujarnya.

Ada pula peristiwa sadis di Biak, Papua pada tahun 1998. Menurut Veronica, peristiwa itu tak kalah mengerikan dari peristiwa 1965, di mana para perempuan Papua diperkosa secara bergilir dan organ-organ vitalnya dipotong.

"Tapi luput dari media. Saya juga bingung kenapa," ungkapnya.

Perempuan Papua, lanjut dia, juga sering ditelantarkan dalam keadaan hamil. Berdasarkan analisanya, ada dua hal yang melatari hal tersebut.

Pertama, karena mereka dirayu para tentara di perbatasan kemudian ditinggal saat hamil karena mereka harus berpindah tugas atau pergi ke pulau lain.

Kedua, karena pola pikir pemerintah Indonesia yang menganggap masyarakat Papua bodoh, terbelakang, primitif, bahkan kanibal. Sehingga untuk menyelematkan Papua, genetik mereka harus diubah. Misalnya dengan cara mencampur genetik mereka dengan ras Jawa.

"Melalui nasihat itu tubuh perempuan jadi korbannya. Kayak diperkosa dengan segala mindset untuk mengubah genetika Papua itu," ujar Veronica.

Mereka juga dianggap telah dimarjinalkan secara ekonomi.

Veronica menyebutkan, Presiden Joko Widodo pada 2014 lalu menjanjikan mama-mama untuk dibangunkan sebuah pasar bernama Pasar Mama. Alasannya, banyak pendatang di daerah mereka. Sehingga mereka harus berjualan di pinggir-pinggir jalan, sedangkan para pendatang di pasar.

Namun, hingga saat ini janji tersebut belum terealisasikan. Memang, negara tak selalu menjadi aktor aktif dalam kasus-kasus kekerasan tersebut.

Akan tetapi, dengan melakukan pembiaran, kata Veronica, sesungguhnya pemerintah juga bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan.

"Kalau di KUHP, pembiaran ada pasal kejahatannya. Jadi, pemerintah kalau melakukan pembiaran itu juga adalah pelaku kejahatan," ungkap Veronica.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com