Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Tak Mudah bagi Presiden Joko Widodo

Kompas.com - 05/03/2016, 01:03 WIB
Dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina selalu konsisten sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo. Ini terlihat dari penerimaan Presiden atas permintaan Maroko dan OKI akan Indonesia menjadi penyelenggaran KTT Luar Biasa OK 2016.

Alasan penerimaan Indonesia menjadi tuan rumah KTT OKI yang akan diselenggarakan pada 6-7 Maret 2016 karena Indonesia ingin berperan sebagai penengah konflik internal Palestina antara Hamas dan Fatah agar negara Palestina merdeka cepat terwujud.

Apakah Indonesia dapat menjadi penengah yang baik dalam konflik ini, adalah pertanyaan yang jawabannya ditunggu oleh masyarakat internasional. Itulah opini yang ditulis Siti Mutiah Setiawati dalam artikel berjudul, “Tak Mudah Menjadi Penengah” di Kompas Sabtu (5/3/2016).

Artikel kedua yang bisa dibaca besok ditulis Sidharta Susila berjudul “Aborsi Pendidikan”.

Tahun pembelajaran baru masih beberapa bulan ke depan. Namun, geliat mendapatkan siswa baru telah gencar digerakkan.

Bagaimanapun, adanya siswa adalah keniscayaan bagi kehidupan sebuah sekolah. Adalah tragedi apabila demi keberlangsungan hidup sekolah, siswa hanyalah angka.

Pada kondisi itu, siswa tak lagi disikapi dan digulati sebagai pribadi. Ia tak lebih sarana untuk menjaga keberlangsungan hidup sekolah. Nasibnya lebih rendah daripada martabat budak: ia cuma sarana tak berjiwa.

Adalah hal yang pantas disyukuri ketika masyarakat ikut terlibat mengelola pendidikan di negeri ini. Mereka melakukannya dengan membangun sekolah swasta.

Ada beragam alasan mengapa membangun sekolah swasta. Kini, kita mengenal sekolah swasta berbasis agama dan swasta nasional.

Terkait soal pendidikan, Guru Besar ITB, Iwan Pranoto dalam tulisan berjudul “Meragui” mengungkapkan, mengutip hasil penelitian LIPI ke kampus- kampus. Anas Saidi dan kawan-kawan menemukan bahwa mahasiswa bidang IPA di pendidikan umum (nirkeagamaan) lebih rentan terindoktrinasi (CNN Indonesia, 18/2/2016).

Senada dengan  itu, sebelumnya M Zaid Wahyudi menyatakan bahwa anak- anak yang terbujuk radikalisme keliru ini umumnya dari sekolah atau perguruan tinggi favorit dan  program eksakta (Kompas Siang, 13/4/2015).

Bagaimana menjelaskan fenomena menentang intuisi ini? Bukankah sejatinya pembelajaran IPA justru menyuburkan rasionalitas? Tak mungkinkah ada yang keliru dalam praktik pendidikan IPA di Tanah Air?

Keadaan seseorang yang mudah terbujuk dan memercayai sesuatu, walau sesungguhnya meragukan, diistilahkan sebagai credulous. Keadaan credulous ini memiliki penangkal alami, yakni kebiasaan berakal, antara lain perangai skeptis atau meragui.

Baca lebih lengkap ulasan mereka di opini di harian Kompas edisi Sabtu (05/03/2016). Bagi yang belum berlangganan, silakan kunjungi http://kiosk.kompas.com. Harian Kompas juga bisa diakses via e-paper di http://epaper.kompas.com. Selain itu, bisa dinikmati versi webnya di http://print.kompas.com.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com