JAKARTA, KOMPAS.com - Draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dinilai tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak sipil.
Wakil koordinator Kontras, Puri Kencana Putri mengatakan, pasal 43A dalam RUU itu hanya mencantumkan perihal kebijakan dan strategi penanggulangan tindak pidana terorisme diatur dengan PP.
Namun, tidak dijelaskan bagaimana jika ada kesalahan hukum dan operasi dilakukan. Seharusnya, menurut Puri, RUU tersebut harus juga mengatur mengenai ruang pengawasan dari operasi anti-teror yang akan digelar.
Kontrol pengawasan penting karena sampai sekarang belum ada yang mengevaluasi semua badan antiteror, mulai dari Densus 88 dan desk antiteror di TNI, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
"Siapa yg berhak mengevaluasi? Kapolri kah? Komisi I dan III? Atau ada badan independen yg lain?" kata Puri ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (4/3/2016).
Selain itu, dalam pasal 43A ayat (1) memiliki potensi penyalahgunaan wewenang saat melakukan pencegahan dengan menempatkan terduga teroris pada tempat tertentu dalam waktu paling lama 6 bulan.
Dengan adanya pasal tersebut, ia menduga akan ada rancangan operasi antiteror dan pusat penahanan seperti di Guantanamo Bay, Kuba.
"Presiden Obama memiliki kemauan untuk menutup Guantanamo, karena telah menjadi pusat penyiksaan yang dibenarkan negara. Kok ini pemerintah Indonesia mau mereplikasi kebijakan keamanan yang salah?" ujarnya.
Selain itu ia juga mengkritik bahwa draf RUU Antiterorisme tidak mengatur perihal pemulihan. Pemulihan itu untuk mereka yang salah ditangkap, salah ditembak, salah ditahan dan kesalahan dalam proses hukum lainnya.
Sedangkan Indonesia telah memiliki UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan PP Tahun 2015 tentang Kompensasi bagi Korban Salah Tangkap.
"RUU tidak melindungi mereka yang menjadi korban salah prosedur. Ke mana korban akan mengadu dan mendapatkan kompensasi apabila terjadi kesalahan prosedur?" ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.