Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahar Politik, Serangan Fajar, dan Suap

Kompas.com - 03/03/2016, 10:49 WIB

Apabila pelanggaran dilakukan dan dibuktikan oleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, pencalonan bisa dibatalkan. Parpol pun bisa dilarang mengajukan calon dalam pilkada berikutnya.

Namun, aturan itu tak disertai penjelasan soal pembuktian, pengadilan yang bertugas memproses, dan kerangka waktu penyelesaian perkara.

Dalam pilkada lalu, tak satu calon pun dikenai sanksi pembatalan. Padahal, Bawaslu mencatat pelanggaran terkait politik uang mencapai 929 kasus.

Dari puluhan kasus yang dilanjutkan ke kepolisian, hanya tiga perkara yang diproses sebagai pidana umum.

"Aturan yang ada memang tidak menjelaskan politik uang termasuk tindak pidana apa dan pengadilan mana yang berwenang memproses. Pembuktiannya pun sulit," tutur anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak.

Mekanisme penanganan pelanggaran hukum pemilu, menurut anggota Bawaslu Nasrullah, juga harus direvisi. Pasalnya, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), yang selama ini menangani pelanggaran hukum pemilu, terbukti gagal menangani tiap pelanggaran.

Bawaslu, kejaksaan, dan kepolisian di Sentra Gakkumdu sering saling lempar tanggung jawab saat menangani perkara.

Sanksi

Mantan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti mengusulkan, penyalahgunaan uang terkait mahar pencalonan, pemberian uang/barang kepada pemilih, dan suap terkait rekapitulasi suara sebaiknya dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi.

Dengan demikian, sanksi berupa pembatalan calon, denda, dan lainnya menjadi kewenangan Bawaslu. Kalaupun ada sanksi pidana terkait politik uang, penanganannya dilakukan terpisah oleh penegak hukum.

Pemisahan proses, kata Ramlan, penting agar penegakan politik uang bisa dilakukan. Kalaupun polisi enggan memproses dengan alasan tak ingin membuat gaduh, setidaknya pelanggaran administrasi tetap bisa diproses secara cepat, tegas, dan berefek jera.

Bawaslu pun menyepakati pemisahan penanganan pidana pemilu dan pelanggaran administrasi.

"Sanksi administrasi ini bisa berdiri sendiri, tidak harus menunggu proses pidananya," ujar Nasrullah.

Komisioner KPU Ida Budhiati juga menyetujui jika sanksi diperberat, tidak hanya ancaman pidana, tetapi juga sanksi administrasi seperti diskualifikasi calon.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com