Terkait penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK), Acep Iwan Saidi dalam opini yang akan terbit di harian Kompas, Kamis (3/3/2016) pagi membahasnya dari sisi semiotika.
Menurut Acep, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) terdapat tiga pengertian berbeda tentang kata dasar “tunda” ini.
Pertama, "tunda" adalah sesuatu yang ditarik dengan tali di belakang perahu. Kedua, "tunda" berarti menangguhkan atau mengundurkan waktu pelaksanaan. Ketiga, berasal dari bahasa Minang Kabau, "tunda" berarti bertolak atau mendorong ke depan.
Makna yang menarik dengan penjelasan lebih rinci terdapat dalam bahasa Sunda. Dalam bahasa ini, arti kata "tunda" adalah menyimpan sesuatu—yang dibawa dalam sebuah perjalanan—di sebuah tempat untuk diambil kembali pada kesempatan lain (Danabrata, 2006).
Deskripsi ini menarik karena penundaan merupakan sebuah peristiwa pergerakan objek (sesuatu) di dalam narasi waktu.
Masih soal penundaan, di opini lain di halaman 6 Harian Kompas edisi Kamis besok, keputusan DPR menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak mendapat apresiasi dari Andreas Lako yang menulis opini.
Alasannya, keputusan menyangkut perlu tidaknya regulasi pengampunan pajak harus dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab agar tidak menimbulkan komplikasi masalah di kemudian hari.
Selain itu, permasalahan pengampunan pajak tidak hanya menyangkut aspek kepentingan penerimaan negara dan ketidakmampuan wajib pajak, akan tetapi juga menyangkut itikad buruk dan keperilakuan tak etis dari para wajib pajak.
Oleh karena itu, penyelesaiannya bukan dengan cara pengampunan, tapi harus melalui penciptaan mekanisme sistem dan tata kelola perpajakan, atau melalui regulasi penegakan hukum yang akuntabel dan transparan.
Di opini lainnya, Eko Sulistiyo menulis tawaran Presiden Joko Widodo untuk mengekspor Islam Rahmatan lil áalamin (Islam moderat) ke berbagai Negara, khususnya para anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Setidaknya dua kali Presiden menawarkan itu kepada para pemimpin Negara di berbagai pertemuan, antara lain peringatan KTT Non Blok di Bandung 2015 dan ketika menerima Sekjen OKI di Jakarta.
Baca lebih lengkap ulasan mereka di opini di harian Kompas edisi Kamis (03/03/2016). Bagi yang belum berlangganan, silakan kunjungi http://kiosk.kompas.com. Harian Kompas juga bisa diakses via e-paper di http://epaper.kompas.com. Selain itu, bisa dinikmati versi webnya di http://print.kompas.com.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.