JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyampaikan sikap terkait polemik lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT) di Indonesia.
PBNU menolak paham dan gerakan yang membolehkan atau mengakui eksistensi LGBT. PBNU menganggap LGBT mengingkari fitrah manusia.
Sikap tersebut disampaikan kepada publik oleh Wakil Rais Am PBNU KH. Miftahul Akhyar. Berikut sikap PBNU seperti diterima Kompas.com.
"Bismillahirrahmanirahim.
Islam sangat fitrah kemanusiaan dan menempatkan perlindungan terhadap keturunan (hifzhun nasl) sebagai bagian yang sangat penting. Pranata untuk menjamin hifzhun nasl adalah melalui lembaga pernikahan antara laki-laki dan perempuan dengan syarat dan rukunnya.
Aktifitas seksual di luar pernikahan adalah terlarang, dan digolongkan sebagai kejahatan (jiarimah).
Kecenderungan LGBT adalah bentuk penyimpangan dan praktik LGBT adalah penodaan terhadap kehormatan kemanusiaan.
Belakangan, ada kampanye sistematis terhadap aktifitas LBGT dari pelaku LGBT dan kelompok pendukungnya, termasuk dukungan dana dan sumber daya.
Untuk itu, PBNU menyampaikan sikap sebagai berikut:
1. PBNU menolak dengan tegas paham dan gerakan yang membolehkan atau mengakui eksistensi LGBT. LGBT mengingkari fitrah manusia.
PBNU menegaskan bahwa perilaku LGBT adalah perilaku yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.
Dengan demikian kecenderungan untuk menjadi LGBT adalah menyimpang, sehingga orang yang mengidapnya harus direhab. Pola rehabilitasi dilakukan sesuai dengan faktor yang menyebabkannya.
2. Perlu ada pengerahan sumber daya untuk rehabilitasi terhadap setiap orang yang punya kecenderungan LGBT.
a. PBNU meminta Pemerintah serius memberikan rehabilitasi dan mewajibkannya.
b. PBNU mengimbau kepada seluruh da'i dan warga NU khususnya, serta masyarakat Indonesia umumnya untuk bahu membahu menyediakan layanan rehabilitasi bagi mereka, dan mendampingi untuk pemulihannya.
c. Melakukan berbagai usaha guna pencegahan dan pemulihan yang bertujuan untuk membantu sesama manusia agar kembali pada fitrahnya sebagai manusia yang bermartabat.
d. Memperkuat ketahanan keluarga, salah satunya dengan pendidikan pra-nikah serta konsultasi keagamaan untuk melanggengkan pernikahan.