JAKARTA, KOMPAS.com - Lima pimpinan DPR bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (22/2/2016) siang.
Dalam pertemuan ini, akan dibicarakan polemik pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, sebelum polemik revisi muncul, pemerintah dan DPR sebenarnya telah membicarakan hal tersebut.
Bahkan, para komisioner KPK telah dimintai pendapat mengenai revisi itu. (baca: Slank Tak Bisa Jauh dari KPK)
"Kita ingin menyamakan persepsi kita (dengan pimpinan DPR). Sebelumnya kan sudah ada pembicaraan baik dengan komisioner (KPK) sebelumnya," kata Yasonna di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin.
Ia menegaskan, pemerintah tidak ingin mengurangi wewenang yang dimiliki KPK dalam menjalankan tugasnya.
Hanya, perlu adanya pengaturan yang lebih tegas, sehingga lembaga antirasuah itu bekerja sesuai dengan amanah UU. (baca: Fahri Hamzah: Ketua KPK Mungkin Frustrasi)
"Di dalam penjelasan UU KPK kan disebut di situ lembaga ini superbody. Maka, karena superbody, harus ada check and balances," kata dia.
"Tidak boleh ada suatu kekuasaan tanpa kontrol. Itu prinsipnya. Tapi bagaimana harus diatur dulu," lanjut dia.
Sementara itu, menanggapi ancaman Ketua KPK Agus Rahardjo yang akan mengundurkan diri apabila revisi dilanjutkan, politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, hal itu menjadi hak Agus.
(baca: Bimbim: Daripada DPR Revisi UU KPK, Mendingan Bikin UU Tembak Mati Koruptor)
Hanya, ia mengingatkan bahwa revisi UU KPK diperlukan agar KPK dapat bekerja lebih baik.
"Jangan dibiarkan seperti itu, seakan mau kiamat," tegasnya.
Pagi tadi, Jokowi lebih dulu bertemu tiga pimpinan KPK, yakni Agus Rahardjo, Basaria Pandjaitan, dan Laode Muhammad Syarif.
Pertemuan itu juga membahas soal revisi UU KPK. (Baca: Pimpinan KPK Temui Jokowi Bahas Revisi UU 30 Tahun 2002)