Parpol dan pemberantasan korupsi
Sekarang ini, sikap parpol tengah ditunggu, terutama terhadap pemberantasan korupsi. Berdasarkan sikap parpol terhadap revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, parpol benar-benar diragukan.
Cermati saja sikap fraksi di DPR. Sejak bergulir revisi UU itu di Badan Legislasi DPR, sikap fraksi berubah-ubah. Plintat-plintut. Sampai pekan lalu, ada tiga fraksi yang menolak revisi UU KPK. Jadi, masih ada tujuh fraksi yang setuju revisi UU KPK.
Perubahan sikap fraksi ini menarik diamati. Sampai Rabu (10/2) lalu, cuma satu fraksi yang menolak revisi yaitu Gerindra. Partai Prabowo Subianto ini patut diapresiasi karena boleh dikata satu-satunya fraksi yang konsisten mempertahankan UU KPK sekarang ini.
Rupanya Fraksi Demokrat mengikuti jejak Gerindra. Pada Kamis (11/2), Demokrat pun bersikap menolak revisi. Esoknya lagi, Jumat (13/2), giliran Fraksi PKS mengikuti langkah Gerindra dan Demokrat. Lalu fraksi apa lagi yang berubah pikiran untuk berdiri bersama-sama publik, masih ditunggu. Tujuh fraksi yang masih ngotot ingin mengubah UU KPK adalah PDI-P, Partai Golkar, PAN, Partai Nasdem, PPP, PKB, dan Hanura.
Anehnya PDI-P. Dulu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menjadi partai oposisi, PDI-P adalah penentang yang tangguh terhadap upaya-upaya yang hendak merevisi UU KPK. PDI-P menjadi pengawal yang ulet, apalagi UU KPK itu dilahirkan di zaman Presiden Megawati Soekarnoputri, yang sampai hari ini masih menjadi Ketua Umum PDI-P.
Tetapi, itu kisah PDI-P saat masih berada di luar pemerintah. PDI-P sekarang justru menjadi motor revisi UU KPK. Ada apa dengan PDI-P? Apakah sikap-sikap parpol itu terkait dengan pencitraan saja? Parpol yang tahu jawabannya.
Selama ini parpol sepertinya jauh dari rakyat. Keputusan parpol seringkali tidak sejalan dengan aspirasi rakyat. Contoh teraktual ya revisi UU KPK. Publik banyak yang menolak karena dianggap sebagai bentuk pelemahan KPK. Tetapi parpol tetap saja. Ibaratnya suara rakyat itu masuk kuping kanan lalu keluar lewat kuping kiri. Rumah rakyat saja di Senayan dipagari tinggi-tinggi. Wakil rakyat semakin berjarak saja dengan rakyat, sang pemberi mandat.
Padahal parpol sesuai fungsinya haruslah mampu menjadi sarana komunikasi politik. Parpol harus menjadi jembatan antara rakyat (the ruled) dan pemerintah (the rulers). Parpol sebetulnya punya dua misi yang sama-sama berfungsi.
Bagi pemerintah, parpol bertindak sebagai alat pendengar; dan sebaliknya bagi masyarakat parpol sebagai pengeras suara (Miriam Budiardjo, 1994). Dengan begitu, ada saluran yang linier dari rakyat sampai ke pemerintah.