JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi dinilai sulit dilakukan. Hal ini dianggap sulit, sekali pun ada Perjanjian Helsinki yang mengatur mengenai amnesti tersebut.
Pemberian amnesti menjadi salah satu pokok bahasan di dalam rapat gabungan antara pemerintah dengan Komisi I dan III, Senin (15/2/2016).
Pihak pemerintah diwakili oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Wakil Kepala BIN Torry Djohar, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, Jaksa Agung M Prasetyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
"Din Minimi merupakan kelompok kriminal bersenjata. Perpres tahun 2005 menegaskan bahwa aksi yang melibatkan mantan GAM dan bersenjata, tidak dikategorikan dalam MoU Helsinki," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen.
Anggota Komisi I DPR Supiyadin sebelumnya menuturkan, di dalam Perjanjian Helsinki disebutkan jika ada 840 pucuk senjata yang harus diserahkan oleh eks anggota GAM jika mereka ingin diberikan amnesti.
Namun, hingga saat ini baru 769 pucuk senjata yang sudah diserahkan.
Sementara itu, menurut Jaksa Agung, pemberian amnesti dimungkinkan karena hal itu telah diatur di dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Dalam pemberiannya, pemerintah perlu mendapatkan masukan dari DPR.
"Sekarang kita tinggal tunggu surat dari Presiden, apakah akan meminta pertimbangan atau tidak. Pemerintah sudah menyerap pandangan dari DPR," ucap Mahfudz.
Din Minimi beserta 120 orang pengikutnya sebelumnya menyerahkan diri kepada pemerintah setelah bernegosiasi dengan Kepala BIN, Sutiyoso.
Selain menyerahkan diri, kelompok tersebut juga menyerahkan senjata, amunisi dan granat yang mereka miliki. Dalam proses penyerahan diri, ada enam tuntutan yang mereka ajukan kepada pemerintah.
Salah satunya, permohonan amnesti terhadap Din Minimi dan kelompoknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.