Hoegeng dan Merry menikah pada tanggal 31 Oktober 1946. Pertemuan mereka berawal dari sebuah drama radio berjudul "Saija dan Adinda" yang diangkat dari buku "Max Havelar" karya Douwes Dekker.
Kisah asmara di tengah konflik yang ada dalam cerita itu akhirnya benar-benar menjadi kisah nyata bagi Hoegeng dan Merry. Namun, berbeda dengan akhir tragis yang ada dalam buku "Max Havelar", Hoegeng dan Merry memilih menikah.
Hingga Hoegeng mendapat tugas dari Kapolri saat itu, Soekanto untuk menyusun jaringan sel subversi, menghimpun informasi, hingga membujuk pasukan NICA untuk membela Indonesia.
Meski tidak digaji, Hoegeng menjalani tugasnya dengan rasa nasionalisme yang tinggi. Dia memutuskan melamar menjadi pelayan restoran yang biasa didatangi orang Indonesia dan orang Belanda bernama "Pinokio".
Di sana, Hoegeng diterima menjadi pelayan namun, lagi-lagi tak ada gaji untuknya. Sebagai ganti, pemilik resto memberikan makanan gratis tiap hari untuk pegawainya.
Di tempat yang sama, Merry juga berjualan sate untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tak ada seorang pun yang tahu Hoegeng dan Merry adalah pasangan suami istri saat itu.
Selanjutnya: Tinggal di rumah sempit