Setidaknya, kata Erwin, dari lima pasal baru yang dimasukkan, ada tiga pasal yang berasa kepolisian.
"Dari lima ini, saya lihat yang menariknya tiga itu pasal kepolisian. Ada rasa institusi kepolisian yang kuat dalam RUU ini," kata Erwin di Gedung PGI, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (9/2/2016).
Pertama, lanjut dia, adalah KPK harus tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seperti institusi kepolisian.
(Baca: Revisi UU KPK Berlanjut dengan Pembentukan Panja)
Kedua, yaitu mengenai kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang juga mirip dengan lembaga penegak hukum lainnya. Adapun yang ketiga, mengenai penyidik yang harus dari unsur kepolisian.
"Pendidikannya juga harus kepolisian dan pengajuannya harus dari kepolisian," kata Erwin.
Adapun lima poin revisi tersebut adalah tentang penyadapan, dewan pengawas KPK, UU KPK yang tak lagi lex specialis dan ditarik menjadi KUHAP seperti biasa, kewenangan memiliki SP3, serta penyidik KPK yang harus dari unsur kepolisian.
(Baca: Temui Baleg DPR, Koalisi Masyarakat Sipil Serahkan Petisi Penolakan Revisi UU KPK)
Erwin menambahkan, dari hasil yang didapatkannya melalui rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 1 Februari lalu, jelas terlihat bahwa Presiden Joko Widodo mengetahui hal ini. Pasalnya, salinan draf yang diperolehnya adalah versi Presiden Joko Widodo yang diberikan melalui Menteri Hukum dan HAM.
"Yang dibahas oleh Baleg sekarang ini usulan Presiden lewat Menkumham. Tidak tahu apakah kita bisa pisahkan Kumham dari Presiden," imbuhnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.