Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan, pihaknya bisa menghemat anggaran lebih dari 10 persen dari total APBN Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rp 10,59 triliun pada tahun 2015. Ia menghemat dengan memangkas anggaran rapat, konferensi, dan perjalanan dinas yang tidak perlu. Ia juga memangkas biaya konsultan ataupun barang cetakan yang mubazir. Rapat diselenggarakan di kantor kementerian. Pihaknya juga memangkas kegiatan seminar yang dinilainya sebagai pemborosan. "Kegiatan seminar selama ini tersebar di berbagai eselon satu dan jika dikumpulkan, jumlahnya mencapai 300 seminar setiap tahun," kata Susi.
Sambil tertawa, Susi menghitung dalam setahun ada 356 hari. Jika dipotong dengan hari libur, semisal 56 hari, maka setiap hari ada seminar di kementeriannya. Dengan gamblang, ia mengatakan, banyak kegiatan itu yang mubazir dan tidak jelas arahnya.
Selain itu, proyek abu-abu ditiadakan guna menghindari tumpang tindih dengan proyek kementerian lain. Ia menilai beberapa proyek yang digarap oleh lintas kementerian memicu pembiayaan ganda dan tidak terlihat hasilnya.
KKP juga tidak lagi menggunakan istilah program seperti pemberdayaan, penguatan, dan sejenisnya karena hal itu dinilai multitafsir dan rawan penyalahgunaan. Program perencanaan pengawasan kapal serta konsolidasi pengawasan kapal juga dihapuskan. Program-program KKP difokuskan antara lain pada pembangunan kapal, pelatihan nelayan, penyediaan bibit ikan untuk pembudidaya, dan pemberian mesin pakan.
Untuk bancakan
Pada saat kebutuhan dana dalam APBN, seperti untuk proyek infrastruktur yang besar dan di sisi lain penerimaan pajak yang masih kecil, upaya efisiensi sangat diperlukan dan harus dilanjutkan pada tahun anggaran 2016.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto menyatakan, anggaran belanja negara pada dua tahun terakhir menggelembung besar. Namun, ia menilai desain anggarannya dibuat sedemikian rupa untuk bancakan di antara para pemangku kepentingan. Alhasil, alokasi anggaran yang benar-benar terkonversi menjadi program konkret yang dinikmati rakyat menjadi tidak maksimal.
Volume APBN terus meningkat. Dalam tiga tahun terakhir, pendapatan negara meningkat 17,54 persen, dari realisasi Rp 1.550,5 triliun pada 2014 menjadi Rp 1.822,5 triliun pada target anggaran 2016. Pada periode yang sama, belanja meningkat 17,92 persen, dari Rp 1.777,2 triliun menjadi Rp 2.095,7 triliun.
Sejalan dengan itu, utang membengkak karena diperlukan untuk menutup defisit anggaran sekaligus membayar cicilan pokok utang yang jatuh tempo. Pada 2014, total utang yang ditarik pemerintah Rp 428,14 triliun. Pada 2016, targetnya Rp 542 triliun. Total utang yang ditarik pemerintah hampir sepertiga pendapatan negara. Jika efisiensi dapat dilakukan di hampir semua kementerian, utang masih bisa ditekan.
Kendati volume APBN meningkat, masih banyak prioritas pembangunan yang alokasi anggarannya minimalis, misalnya infrastruktur dasar yang meliputi sanitasi dan air minum. Infrastruktur dasar berkaitan dengan nyawa manusia dan pengentasan rakyat miskin.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch Firdaus Ilyas menyatakan, penggelembungan dan pemborosan anggaran disebabkan praktik rente. Hal ini menyebar di berbagai unit dan program di beberapa kementerian. (LAS/LUK/LKT/MAR/ARN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2016, di halaman 1 dengan judul "Pemborosan Anggaran Masih Terjadi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.