Masalah kewarganegaraan inilah yang hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun masih berbuntut hingga hari ini. Kenapa? Karena para pemukim pemegang EPO beserta keturunannya dianggap menjadi asing walaupun secara turun-temurun mereka lahir di Indonesia.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 membawa dampak buruk bagi warga Tionghoa secara keseluruhan. Karena pada umumnya warga Tionghoa dianggap sebagai simpatisan organisasi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki), dan dugaan bahwa Baperki sangat dekat dengan Partai Komunis Indonesia yang dituduh melakukan kudeta dengan gerakan G-30-S tersebut, akibatnya praktis sejak itu tidak ada yang berani membicarakan masalah status kewarganegaraan mereka.
Akibat lain yang ditimbulkan antara lain adalah dibubarkannya organisasi-organisasi yang identik dengan etnis Tionghoa, seperti Chung Hwa Hui (CHH), juga sekolah-sekolah Tionghoa, dan lain-lain.
Peran tokoh Tionghoa
Lie Siong Tay dan Njoo Han Siang pada akhir tahun 1960-an menciptakan sarana komunikasi (semacam Informal Konghwe) dan melakukan pendekatan kepada pihak pemerintah agar ada saluran untuk mencairkan "ketakutan" yang dialami warga Tionghoa itu.
Dalam perkembangannya, kedua tokoh ini mengajak Liem Sioe Liong, William Soeryadjaya, tokoh muda ketika itu seperti K Sindhunatha, Harry Tjan Silalahi, dan lain-lain untuk mendesak pemerintah menyelesaikan masalah status kewarganegaraan.
Desakan demi desakan akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah menerbitkan kebijakan-kebijakan, yaitu: (1) Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1980, menyelesaikan +/- 500.000 pemohon di lima wilayah yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Bagian Selatan, Riau, dan Jabotabek.
(2) Penyelesaian Imigran Gelap untuk mendapatkan penetapan pengadilan, dan pemberian SBKRI Susulan khusus di Provinsi Kalimantan Barat, tahun 1992.
(3) Dibentuknya Tim Asistensi Tim Penyelesaian Permohonan Pewarganegaraan Pemukim China (TP4C) tahun 1995, sebagai kebijakan naturalisasi yang dipermudah, menyelesaikan +/- 180.000 pemohon. Pengurus yang masuk dalam Tim Asistensi TP4C, antara lain: Penasehat: Prof Dr Juwono Sudarsono, Pembina: Soedono Salim (Liem Sioe Liong), Susanta Lyman (Lie Siong Tay), Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, Anthony Salim; Usman Admadjaja dengan Ketua Pelaksana, Osbert Lyman dibantu Indradi Kusuma dan lain-lain.
Kepedulian dari para tokoh senior ini cukup konsisten yang kemudian diteruskan generasi selanjutnya seperti Murdaya Poo, Osbert Lyman, Anthony Salim, Anton Setiawan, dan lain-lain hingga terbit Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Tidak ada salahnya Pemerintah memberikan apresiasi atas perjuangan kemanusiaan dari para tokoh lintas etnis dan agama ini, terhadap apa yang telah mereka rintis dan perjuangkan di bumi Indonesia.
*) Penulis adalah pemerhati masalah Tionghoa dan peneliti senior Institut Kewarganegaraan Indonesia, tinggal di Jakarta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.