JAKARTA, KOMPAS - Protes dari masyarakat tidak menyurutkan niat sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Senin (1/2/2016), atas permintaan Badan Legislasi (Baleg) DPR, 45 anggota DPR dari enam fraksi yang mengusulkan revisi UU KPK kembali mengajukan draf RUU Perubahan atas UU tentang KPK. Saat itu, hanya dua pengusul yang hadir ke Baleg, yaitu Riska Mariska dan Ichsan Soelistyo, keduanya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Kali ini, draf RUU KPK yang mereka bawa sudah berbeda dari sebelumnya. Catatan Kompas, dalam lima bulan terakhir, terdapat tiga versi rancangan undang-undang yang sebagian besar substansinya berbeda.
Sebelum ini, pada Desember 2015, pengusul sempat memunculkan draf RUU KPK versi kedua. Draf itu adalah hasil revisi terhadap draf pertama yang keluar pada 6 Oktober 2015.
Dalam draf pertama, masa hidup KPK dibatasi selama 12 tahun dan KPK juga tak lagi memiliki wewenang di bidang penuntutan.
Pengusul dari PDI-P, Masinton Pasaribu, menuturkan, draf kedua dirumuskan 45 pengusul RUU KPK sejak Oktober 2015.
Para pengusul adalah 15 orang dari Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Nasdem (11), Fraksi Partai Golkar (9), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (5), Fraksi Partai Hanura (3), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (2).
Tidak hanya masalah isi draf yang berulang kali berubah, pengusul pun terkesan tidak kompak dalam menyikapi dua draf pertama. Hanya pengusul dari Fraksi PDI-P yang mengetahui substansi draf. Sementara, pengusul dari lima fraksi lain umumnya mengaku tidak tahu mengenai draf yang beredar itu.
Terkait isi draf yang berubah-ubah, pengusul dari Fraksi PDI-P, Ichsan Soelistyo, mengatakan, itu karena ada perbaikan dan penyesuaian seiring waktu.
"Sekarang sudah versi final dan revisi disepakati cukup di empat poin," kata Ichsan.
Empat hal itu adalah terkait pemberian kewenangan KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan, pengaturan penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas/Dewan Kehormatan KPK, dan masalah penyelidik/penyidik KPK.
Ia mengumpamakan dua draf sebelumnya sebagai strategi panggilan tinggi untuk mengetes respons publik. Pasal kontroversial di dua draf awal memang tak ditargetkan untuk direvisi.
"Kalau kami call di bawah, dapatnya lantai bawah. Jika call di lantai tiga, jadinya seperti ini, dapatnya lantai dua," kata Ichsan.
Keinginan lama
Sebenarnya perombakan UU KPK merupakan keinginan lama. Pertengahan Desember 2010, DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011. Saat itu, revisi UU KPK jadi usul inisiatif DPR dan menjadi tanggung jawab Komisi III. Namun, hingga akhir tahun 2011, DPR belum berhasil membahas revisi UU KPK.
DPR bersama pemerintah kembali memasukkan RUU KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas tahun 2012. Kali ini, Komisi III mulai serius merumuskan draf RUU KPK. Bahkan, sejumlah anggota Komisi III sampai melakukan kunjungan kerja ke Perancis dan Australia dalam rangka mencari masukan untuk RUU KPK (Kompas, 13/3/2012).
Pada Oktober 2012, Komisi III menyerahkan draf RUU KPK ke Baleg untuk diharmonisasi. Namun, protes masyarakat membuat pada 9 Oktober 2012 Komisi III menyerahkan penyelesaian penyusunan draf RUU KPK ke Baleg. Atas dasar itu, Baleg memutuskan merumuskan ulang draf RUU KPK (Kompas, 10/11/2012).
Sejak saat itu, perumusan draf RUU KPK seolah terhenti hingga Pemilu 2014.
Namun, DPR dan pemerintah kembali menyepakati menjadi RUU KPK dalam daftar Prolegnas 2015-2019. RUU KPK pun disahkan menjadi RUU Prioritas 2015 dalam rapat paripurna 23 Juni 2015 dan menjadi usul inisiatif pemerintah.
Namun, hingga awal Oktober, pemerintah belum juga mengajukan draf RUU KPK ke DPR. Hal itu membuat 45 anggota DPR mengusulkan untuk mengambil alih inisiatif penyusunan draf RUU KPK jadi usulan DPR. Usulan ini disepakati pada pertengahan Desember 2015. Namun, mepetnya waktu membuat DPR gagal membahasnya.
Lagi-lagi, DPR dan pemerintah menyepakati RUU KPK jadi RUU prioritas Prolegnas 2016.
Sepanjang perjalanan wacana merevisi UU KPK, selalu disebutkan, tujuannya untuk memperkuat lembaga anti rasuah tersebut. Namun, jika melihat isi draf revisi UU KPK, yang terlihat adalah upaya untuk melemahkan komisi yang lahir dari rahim reformasi itu. (NTA/AGE)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Februari 2016, di halaman 5 dengan judul "Rancangan yang Terus Berubah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.