"Pertama yang harus ditanya, ada atau tidak naskah akademik revisi UU KPK, karena naskah akademik itu sifatnya mandatory atau wajib. Sampai sejauh ini saya belum melihat ada naskah akademik. Jangan-jangan ini ada inisiatif entah dari siapa yang ingin melemahkan KPK," ujar Lalola saat ditemui di kantor ICW, Selasa (2/2/2016).
Menurutnya, meski tidak ada sanksi yang ketat terkait naskah akademik, namun hal itu telah diamanatkan oleh UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
(Baca: Revisi UU KPK untuk Siapa?)
Dia menambahkan, sejak wacana revisi UU KPK ini mencuat ke publik, ICW tegas menolaknya. Hal ini karena ada beberapa hal yang bisa diatur melalui peraturan di bawahnya.
"Kami khawatir upaya ini (revisi UU KPK) bukan ditujukan untuk penguatan KPK," kata Easter.
Sebelumnya, dua anggota Fraksi PDI-P mengajukan usulan revisi UU KPK. Beberapa poin yang dimasukkan dalam naskah revisi itu yakni terkait dengan penambahan kewenangan KPK untuk menghentikan sebuah perkara, tidak adanya penyidik independen, hingga pembatasan penyadapan.
(Baca: Revisi UU KPK Disebut Diusulkan 45 Anggota dari 6 Fraksi)
Usulan itu juga memuat sebuah lembaga non struktural baru yakni Dewan Pengawas yang bertugas memantau dan mengevaluasi setiap tindakan KPK dalam melakukan proses hukum.
Usulan ini selanjutnya akan dibahas bersama para pakar hingga pimpinan KPK.