Setelah diresmikan, proyek kereta cepat tersebut belum mendapatkan izin dari Kementerian Perhubungan.
"Presiden salah kalau Presiden menabrak aturan yang dibuat oleh negara. Presiden itu kan punya kesamaan di mata hukum, tidak boleh menabrak aturan yang ada. Sementara itu, rakyat disuruh ikuti aturan," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/2/2016).
Fadli mengatakan, proyek kereta cepat ini sejak awal tidak jelas. Ia menyebutkan, menurut studi yang dilakukan Kantor Staf Kepresidenan, proyek ini tidak layak untuk dilanjutkan karena tidak ada urgensinya.
Sebab, akses dari Jakarta-Bandung sudah lengkap, mulai dari jalan tol, kereta api, hingga pesawat.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mempertanyakan biaya kereta cepat di Indonesia yang lebih mahal dibandingkan di Iran.
Pembangunan kereta cepat di Indonesia dengan jarak 150 kilometer menelan dana hingga 5,5 miliar dollar AS.
Sementara itu, pembangunan kereta cepat di Iran dengan jarak 400 kilometer hanya membutuhkan dana 2,73 miliar dollar AS.
Padahal, kedua proyek kereta cepat itu sama-sama bekerja sama dengan China Railway International.
"Jadi, saya kira pemerintah harus menghentikan ini dulu. Pemerintah harus mengkaji ulang masalah kereta ini. Meski sudah ada groundbreaking, (pemerintah) harus tunduk pada aturan yang ada," ujar Fadli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.