JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum mengungkap sejumlah percakapan telepon dan pesan singkat antara para tersangka kasus dugaan suap terkait pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.
Salah satunya percakapan antara dua bawahan anggota Komisi VII DPR RI Dewie Yasin Limpo, Bambang Wahyu Hadi dan Rinelda Bandaso.
Pada 17 Oktober 2015, terjadi percakapan Bambang dan Rinelda mengenai teknis pemberian uang.
Ternyata, terungkap bahwa ada kekhawatiran staf anggota DPR RI itu untuk melakukan "transaksi" menggunakan cek karena takut ditangkap KPK.
"Ine (Rinelda) menyampaikan ke Bambang, apakah nanti malam bisa ketemu karena mereka (penyuap) pakai cek," tutur jaksa Joko Hermawan saat membacakan transkrip percakapan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/1/2016).
"Saat itu, Bambang bilang, jangan pakai cek karena Rio Capella cepat ketangkapnya. Tarik cash aja," kata dia.
Rio Capella merupakan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem yang dijerat KPK lantaran menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.
Saat percakapan antara Rinelda dan Bambang dilakukan, telah terjadi kesepakatan adanya uang pelicin untuk Dewie dari Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, lrenius Adii dan Direktur PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf.
Setelah jaksa membacakan transkrip percakapan, Rinelda membenarkannya.
"Hari yang sama, Ine sampaikan ke Irenius. 'Kata teman di DPR, tidak mau pakai cek karena yang Nasdem ketangkap karena pakai cek.' Benar?" tanya jaksa lagi.
"Betul," jawab Rinelda.
Kemudian, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan Rinelda saat diperiksa penyidik KPK.
Dalam keterangannya, Rinelda menyatakan bahwa setelah bertemu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Dewie meminta Irenius untuk menyiapkan uang yang dia minta untuk diberikan juga ke Kementerian ESDM.
"Iren, kau siapkan saja dananya karena orang di dalam (ESDM) akan minta. Tidak mungkin gratis," kata jaksa menirukan percakapan Dewie ke Irenius, berdasarkan keterangan Rinelda.
Sambil mengangguk, Rinelda kembali membenarkannya.
Sebelumnya, Irenius, Setyadi, dan Dewie sepakat bahwa fee yang diberikan sebesar tujuh persen dari nilai total proyek. Nilai proyek tersebut sebesar Rp 50 miliar.
Dengan demikian, Dewie meminta jatah sebesar Rp 2 miliar. Setelah itu, Dewie mengupayakan untuk membicarakannya dengan anggota Badan Anggaran Komisi VII DPR RI.
Setelah tahu anggaran yang diajukan, Irenius memberi tahu Setyadi soal dana pengawalan yang diminta Dewie.
Setyadi pun menyanggupi memenuhi permintaan tersebut asalkan ada jaminan dirinya menjadi pelaksana proyek.
Mereka sepakat memberi sebagian uang dulu sebagai uang muka. Pada 20 Oktober 2015, Irenius dan Setyadi bertemu dengan Rinelda untuk menyerahkan uang sebesar 177.700 dollar Singapura.
Dalam kesempatan itu juga, Setyadi memberikan uang ke Irenius dan Rinelda masing-masing sebesar 1.000 dollar Singapura. Beberapa saat setelah penyerahan uang tersebut, terdakwa I dan terdakwa II serta Rinelda ditangkap oleh petugas dari KPK.
Atas perbuatannya, Irenius dan Setyadi dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruosi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.