JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, sejauh ini belum ada usulan dari pimpinan fraksi maupun komisi di DPR untuk memasukkan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, ke dalam prolegnas prioritas 2016.
Bahkan, kata dia, seluruh pimpinan komisi di DPR mengusulkan agar jangan ada penambahan revisi atau pembahasan UU baru di dalam prolegnas 2016.
Hal itu terungkap pada saat rapat Baleg yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/1/2016).
"Usulannya jangan ada penambahan UU baru, sebelum tunggakan pembahasan UU di 2015 diselesaikan," kata Supratman kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2016).
Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan revisi UU Terorisme masuk ke dalam prolegnas prioritas 2016. (Baca: Kapolri Minta UU Terorisme Direvisi)
Terutama, jika ada penugasan khusus yang diberikan pimpinan DPR kepada Baleg berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah DPR.
Supratman menilai, tidak ada hal mendesak untuk melakukan revisi atas UU Anti-Terorisme. Menurut dia, kinerja aparat kepolisian dan BIN dalam mencegah aksi teror sudah cukup baik.
Ia khawatir, jika revisi dilakukan justru akan membuat bias tugas dan wewenang aparat dalam menanggulangi aksi teror. (Baca: Menhan Setuju Revisi UU Terorisme, asalkan...)
"Soal ada kejadian kemarin, AS saja bisa kecolongan. Ini kan gerakan bawah tanah," ujarnya.
Ketua DPR RI Ade Komarudin sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya menyetujui rencana pemerintah merevisi UU Anti-Terorisme.
Revisi UU tersebut dianggap dapat meningkatkan pemberantasan dan pencegahan aksi terorisme. (baca: Akom: DPR Setuju UU Terorisme Direvisi atau Jokowi Terbitkan Perppu)
Ade menuturkan, dirinya telah berbicara dengan pimpinan seluruh fraksi di DPR mengenai wacana merevisi UU tersebut.
Menurut Ade, seluruh fraksi berpandangan bahwa Presiden Joko Widodo perlu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) agar pembahasan revisi UU Anti-terorisme itu dapat berjalan cepat.
"Revisi undang-undang itu memerlukan waktu karena ada prosedur. Kita menyarankan, kalau ada kegentingan memaksa, pemerintah bisa mengeluarkan perppu," kata Ade
Pemerintah ingin UU Anti-Terorisme direvisi. Masalah itu dibahas dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan para pimpinan lembaga tinggi negara.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan bahwa rencana revisi UU Anti-Terorisme adalah untuk meningkatkan pencegahan terjadinya aksi terorisme.
Saat ini, substansi revisi masih dibahas. Namun, salah satunya dimungkinkan penangkapan pada orang yang diduga akan melakukan aksi terorisme. (baca: Pemerintah Ingin Aturan Penahanan Sementara Terduga Teroris Lebih Longgar)
"Intinya memberi kewenangan untuk Preemptive," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Luhut menuturkan, dengan kewenangan pencegahan itu, kepolisian atau aparat hukum lainnya dapat melakukan penahanan sementara orang-orang yang diduga akan melakukan aksi teror.
Saat ini, penahanan hanya bisa dilakukan jika memiliki bukti permulaan. Adapun durasi penahanan sementara itu, kata Luhut, masih dibahas mendalam. (Baca: MUI Tolak jika Revisi UU Anti-terorisme untuk Aksi Represif)
Usulan yang mencuat mengenai waktu penahanan sementara itu adalah selama satu sampai dua pekan.
"Untuk pemeriksaan, penahanan sementara bisa seminggu atau dua minggu kemudian dilepas (jika tak terbukti)," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.