JAKARTA, KOMPAS.com - Syarat batasan selisih suara dalam pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah memunculkan polemik di masyarakat.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, ketentuan tersebut perlu ikut dibahas di DPR dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Kalau memang DPR merevisi, syarat selisih suara ini salah satu yang perlu direvisi," ucap Fadli di Kantor Perludem, Minggu (3/1/2016).
Menurut Fadli, ketentuan perselisihan hasil pilkada diatur dengan sangat rigid. UU Pilkada memberikan syarat selisih suara yang sangat tipis untuk seorang calon kepala daerah yang kalah agar bisa mengajukan perselisihan hasil pilkada ke Mahakamah Konstitusi (MK).
MK juga diminta untuk mempertimbangkan situasi dan kondisi lain dari setiap permohonan yang masuk, misalnya jika terbukti ada praktik kecurangan dalam proses penyelenggaraan pilkada.
"Syarat selisih suara tidak bisa jadi satu-satunya pertimbangan bagi MK dalam menentukan apakah suatu permohonan bisa dimajukan atau tidak," kata Fadli.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, pengaturan syarat selisih suara dalam pengajuan permohonan hasil perselisihan hasil pilkada sangat tak relevan.
Menurut dia, jumlah suara memang perlu dibahas dalam persidangan di MK, tetapi bukan dari selisihnya. Sengketa suara adalah ujung dari penegakan proses yang bertahap dan penyelenggaraan pilkada yang panjang.
"Ujung suara harus ditelusuri hingga ke panggal persoalannya," ucap Masykurudin.
Ia mengusulkan perbaikan pasal-pasal bermasalah dalam UU Pilkada. Salah satunya pasal yang membahas syarat selisih suara dalam pengajuan permohonan perselisihan hasil pilkada.
Selain itu, menurut Masykurudin, revisi UU Pilkada juga harus memperbaiki aturan tentang pencalonan.
"Belajar dari pelaksanaan pilkada 2015, dapat dilakukan revisi (aturan selisih suara) tersebut, terutama soal pencalonan kemarin yang sangat rumit," kata Masykurudin.
"Kedua, pintu masuk melalui kodifikasi UU Pemilu. Jadi sekalian diperbaiki," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.