Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lengsernya RJ Lino Jadi Momentum Batalkan Perpanjangan Kontrak JICT

Kompas.com - 24/12/2015, 12:54 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Fahmy Radhi, menilai, lengsernya Richard Joost Lino dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pelindo II menjadi momentum untuk membatalkan perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan Hongkong, Huntchison Port Holdings (HPH).

Dia menjelaskan, JICT yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok sesungguhnya merupakan aset negara strategis. Karenanya, aset itu seharusnya dikelola negara melalui BUMN dengan kepemilikan saham 100 persen.

Pembatalan kontrak ini juga sesuai dengan rekomendasi Panitia Khusus Angket Pelindo II.

"Pengelolaan sepenuhnya oleh BUMN merupakan manifestasi demi kedaulatan ekonomi, seperti yang diamanahkan konstitusi Pasal 33 UUD 1945," kata Fahmy Radhi, Kamis (24/12/2015).

Dia menjelaskan, awalnya 100 persen saham JICT dimiliki negara yang dikelola oleh PT Pelindo II sebagai representasi negara.

(Baca: RJ Lino Diberhentikan dari Jabatan Dirut Pelindo II)

Pada saat krisis moneter 1997, atas tekanan dan desakan IMF, pemerintah melakukan privatisasi dengan menjual JICT kepada HPH.

Perubahan pun terjadi pada komposisi kepemilikan saham baru. HPH menguasai saham mayoritas sebesar 51 persen, sedangkan Pelindo II sebesar 49 persen. Adapun jangka waktu konsesi adalah 20 tahun, dimulai pada 2009, dan berakhir pada 2019.

Sejak 27 Juli 2012, kata Fahmy, Diretur Utama Pelindo II RI Lino sudah merintis proses perpanjangan kontrak JICT. Namun, lantaran Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan di pemerintahan SBY tidak memberikan izin, Lino belum bisa memperpanjang kontrak.

(Baca: Jonan Sebut Pelindo II Tak Pernah Lapor soal Amandemen Konsesi JICT)

"Berbeda dengan sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno justru mengeluarkan izin prinsip perpanjangan kontrak pada 9 Juni 2015. Hanya berbekal izin prinsip Menteri BUMN, tanpa izin konsesi otoritas pelabuhan dari Menteri Perhubungan, RJ Lino nekat memutuskan untuk menandatangani perpanjangan kontrak JICT pada Juli 2015," ungkapnya.

Komposisi saham tidak berubah. HPH tetap memegang saham mayoritas sebesar 51 persen. Jangka waktu berakhirnya konsesi menjadi tahun 2039, dengan nilai penjualan saat perpanjangan kontrak sebesar 215 juta dollar Amerika Serikat.

Keputusan sepihak dalam memperpanjang kontrak JICT dilakukan oleh RJ Lino, yang didukung sepenuhnya oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, dianggap telah melanggar peraturan perundangan, antara lain UU tentang BUMN yang menyebutkan bahwa tidak ada nomenklatur tentang izin prinsip yang dikeluarkan oleh Menteri BUMN.

Pelanggaran juga terjadi atas Keputusan Menteri BUMN tentang Penyusunan RKAP.

Selain itu, pelanggaran diduga juga terjadi atas UU tentang Pelayaran dan PP No 61/2009 tentang Pelayaran.

"Dalam hal perpanjangan kontrak yang melibatkan pihak ketiga, hal tersebut seharusnya mendapatkan izin konsesi terlebih dahulu dari Kementerian Perhubungan dan Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok," ujarnya.

Selain melanggar peraturan perundangan, lanjut dia, perpanjangan kontrak JICT juga merugikan negara. Dia menjelaskan, nilai jual perpanjangan JICT pada 2015 sebesar 215 juta dollar AS itu lebih kecil dari nilai penjualan 20 tahun lalu, sebesar 231 juta dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com