KOMPAS.com - Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan nama yang dikenal dunia karena kehebatannya dalam ilmu dirgantara. Tidak ada yang baru dari pernyataan itu, sebab begitu banyak paten dalam teknologi dirgantara yang tercatat atas nama BJ Habibie.
Namun, tidak banyak yang tahu kalau Habibie merupakan orang Asia pertama yang prestasinya ditorehkan di kiblat penerbangan sipil dunia, di Montreal, Kanada.
Tidak banyak yang tahu juga bahwa pengakuan kehebatan terhadap BJ Habibie itu terpajang di markas Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Torehan prestasi itu dibuat saat Habibie meraih Edward Warner Award. Penghargaan ini diberikan ICAO kepada individu atau organisasi yang dianggap menjadi perintis atau berkontribusi besar terhadap penerbangan sipil dunia.
Habibie merupakan penerima penghargaan ke-28, dari 39 penerima penghargaan sepanjang sejarah pemberian Edward Warner Award.
ICAO menganggap presiden ketiga RI itu berjasa atas pengembangan desain pesawat di dunia, serta kemajuan industri dirgantara di Indonesia. Torehan prestasi itu didapat Habibie pada 1994.
"Pak Habibie memang insinyur hebat yang punya pemikiran yang melampaui zamannya," kata Atase Perhubungan RI di Kanada dan perwakilan Indonesia di ICAO, Agoes Soebagio, kepada Kompas.com, Rabu (16/12/2015).
Pemenang Edward Werner Award memang bukan individu atau organisasi sembarangan. Sejumlah nama bersejarah pernah mendapatkan penghargaan ini, misalnya pengembang helikopter Igor Sikorsky.
Charles Lindbergh, orang pertama yang melakukan penerbangan tunggal melintasi Atlantik Utara dari New York menuju Paris, juga pernah mendapatkan penghargaan ini.
Edward Werner sendiri merupakan pionir dirgantara asal Amerika Serikat yang menjadi pendiri ICAO.
Cetak insinyur spesialis
BJ Habibie tidak hanya menorehkan prestasi dalam bentuk penghargaan internasional.
Sebagai orang yang mengembangkan industri dirgantara Indonesia bersama Industri Pesawat Terbang Nusantara (kini menjadi PT Dirgantara Indonesia), bisa dibilang kalau Habibie juga sukses mencetak sejumlah insinyur di industri penerbangan di IPTN/PT DI.
Sejumlah insinyur yang pernah bekerja mengembangkan sejumlah pesawat di PT DI itu bahkan banyak yang kini bekerja di Kanada.
Belasan alumnus PT DI itu kini tercatat sebagai insinyur di perusahaan pembuat pesawat/helikopter yang bermarkas di Montreal, seperti Bombardier Aerospace dan Bell Helicopter.
Dalam pertemuan itu, hadir juga Utusan Khusus Indonesia untuk ICAO, Indroyono Soesilo. Indroyono menilai para insinyur lulusan PT DI ini punya kompetensi yang terbilang luar biasa.
"Mereka ini spesialis loh. Kalau di bidang khusus seperti dirgantara, harus punya kemampuan luar biasa untuk menjadi seorang spesialis," ujar Indroyono.
Dalam perkenalan, lalu terungkaplah spesialisasi tiap orang. Misalnya saja, Sigit Afrianto, alumnus PT DI yang terlibat di CN235 MPA, N250, N2130 hingga N219. Sigit memiliki spesialisasi dalam hal pneumatics dan air conditioning system.
Ada juga Albertus M Tjandra, Senior Technical Specialist di Bell Helicopter Textron. Tjandra merupakan spesialis dalam hal commerical power plant dan fluid system design.
"Masih ada juga Andreas Hartono yang tidak hadir. Dia flight test pilot di Bombardier," kata Agoes Soebagio.
Dikutip dari situs resmi Bombardier, Andreas Hartono tercatat sebagai salah satu pilot yang menguji coba pesawat C Series, yang menjadi andalan Bombardier.
Turunkan ilmu
Sebagian besar insinyur dirgantara Indonesia itu sudah sekitar 10 hingga 15 tahun bekerja dan tinggal di Kanada. Meski begitu, mereka mengaku masih sering komunikasi dengan kolega mereka yang juga alumnus PT DI.
"Komunikasi lancar. Kami juga punya milis, jadi terhubung dengan teman-teman yang dulu di (PT) DI, dan kini ada di AS dan Eropa," kata Tjandra.
Alumnus PT DI itu kini juga bekerja di bermacam perusahaan besar, termasuk Boeing.
Berdasarkan komunikasi itu, menurut Tjandra, alumnus PT DI yang tersebar di Amerika Utara dan Eropa pun mengaku masih ingin berkontribusi dan menurunkan ilmu kepada kolega dan junior mereka yang masih di PT DI.
(Baca juga: "N219 Jadi Sumbangsih Terakhir 'Engineer' Dirgantara Indonesia di Era Awal")
Indroyono Soesilo pun kemudian menawarkan mereka untuk ikut terlibat dalam sejumlah program pelatihan. Selain pelatihan untuk insinyur Indonesia, Indroyono juga berpikir akan mengadakan pelatihan dengan bermitrakan negara lain.
Pelatihan itu sekaligus akan menjadi salah satu program Indonesia dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam negeri, sekaligus pendekatan ke negara lain agar mendukung Indonesia kembali terdaftar sebagai anggota di Dewan ICAO.
(Baca juga: Ingin Masuk Dewan Organisasi Penerbangan Sipil Dunia, Indonesia Lobi Afrika)
"Nanti pelatihan itu bisa diikuti orang-orang kita, juga kita undang dari negara-negara Afrika misalnya," ucap mantan Menteri Koordinator Kemaritiman itu.
Diaspora insinyur dirgantara Indonesia di Kanada itu pun menyatakan tertarik untuk terlibat dan memberikan bantuan.
"Selama bisa berkontribusi, kami siap," ucap Tjandra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.