Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Jalan dan Upaya Revisi UU KPK

Kompas.com - 14/12/2015, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai cukup berhasil sebagai lembaga penegak hukum yang khusus menangani pemberantasan korupsi. Brendan McGloin dari The Risk Advisory, lembaga konsultan manajemen risiko global yang berbasis di Hongkong, bahkan menyebut KPK bisa menjadi role model lembaga sejenis di sejumlah negara.

Sejak didirikan pada 2003, KPK berhasil menyeret sejumlah pejabat, mulai dari anggota DPR, menteri, ketua lembaga negara, hingga puluhan kepala daerah yang korup di negeri ini. Suatu hal yang sebelumnya sulit disentuh oleh penegak hukum lain.

"KPK memiliki kekuatan simbolis yang penting dan telah membantu meningkatkan citra Indonesia," kata McGloin.

Menurut McGloin, independensi KPK-lah yang menjadi salah satu kunci untuk bisa menyeret siapa pun pejabat korup di Indonesia.

Pemberantasan korupsi yang masif menjadikan lembaga anti rasuah itu dimusuhi banyak pihak. Beragam upaya ditempuh untuk melemahkan lembaga yang merupakan anak kandung reformasi itu, mulai dari mengkriminalkan pimpinan atau pegawainya hingga juga dengan berupaya mengubah ketentuan-ketentuan yang menjadikan KPK seperti saat ini.

Pimpinan KPK menyadari tantangan pemberantasan korupsi ke depan semakin kompleks. Bukan hanya karena modus operandi korupsi yang semakin canggih dan tak mudah dideteksi, melainkan upaya-upaya melemahkan lembaga tersebut. Upaya-upaya tersebut di antaranya dengan mengurangi kewenangan KPK melalui revisi UU KPK. Tentu saja isu pelemahan KPK melalui revisi UU senantiasa dibantah oleh para pemegang kuasa pembentuk UU.

Tiga kepentingan nasional

Di tengah wacana revisi UU yang berlangsung selama beberapa waktu, KPK lebih fokus membuat peta jalan dan rencana strategis pemberantasan korupsi. Peta jalan itu dibuat dengan mengacu pada rumusan kepentingan nasional yang ada saat ini. Dari situ, KPK kemudian memerinci menjadi rencana strategis lima tahun dan sepuluh tahun.

"Semua dikaitkan dengan yang disebut national interest, kepentingan nasional, yang menjadi fokus pemberantasan korupsi. KPK merumuskan national interest ini dalam tiga hal, Pertama, terkait pendapatan dan pengeluaran negara. Kedua, berkaitan dengan sumber daya alam, bisa pertambangan, bisa hutan. Ketiga, menyangkut infrastruktur yang berkaitan dengan masyarakat banyak. (Kepentingan nasional ketiga) Bisa menyangkut pangan, kesehatan, dan pendidikan," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi SP.

Peta jalan tersebut sekaligus menjadi pemandu agar KPK bisa secara komprehensif menghilangkan korupsi dari republik ini. Keberhasilan KPK selama ini ternyata masih belum benar-benar menghapuskan korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, peta jalan dan rencana strategis dibutuhkan sebagai pemandu, bukan hanya bagi KPK, melainkan juga bagi bangsa ini secara keseluruhan.

Pada aspek pencegahan misalnya, KPK membangun yang disebut sistem integritas nasional, yang di dalamnya mencakup whistle blowing system (sistem pelaporan pelanggaran), pelaporan harta kekayaan, hingga pengawasan internal lembaga pemerintah. Sistem integritas nasional ini, jika dijalankan, diyakini dapat meminimalkan potensi korupsi pada lembaga negara atau pemerintahan.

Sayangnya, saat peta jalan masih membutuhkan banyak masukan dan rencana strategis baru mulai dijalankan, upaya merevisi UU KPK digaungkan.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bondan, mengatakan, apabila memang revisi berbasis pada kepentingan dan dinamika politik, sudah pasti tidak akan menguntungkan semangat pemberantasan korupsi dan lembaga KPK itu sendiri.

"Revisi UU KPK sebetulnya penting untuk penguatan dan pemberantasan korupsi, bukan sekadar penguatan KPK. Poin-poin yang merupakan penguatan pemberantasan korupsi melalui KPK harus disepakati dulu," kata Gandjar.

Gandjar mencontohkan, jika memang ingin memperkuat pemberantasan korupsi, revisi UU KPK tidak akan mengubah kewenangan yang telah ada sekarang. "Yang ada sekarang sudah cukup. Justru perlu ditambah," katanya.

Hal-hal yang perlu ditambah melalui revisi UU KPK, lanjut Bondan, adalah memasukkan KPK ke dalam konstitusi sehingga tak ada lagi perdebatan soal ad hoc dan tidaknya lembaga ini. Selain itu, revisi UU KPK juga bisa menambah kewenangan KPK mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum sendiri.

"Kewenangan KPK menyelidik, menyidik, dan menuntut adalah sejalan dengan kedudukan lembaganya yang independen sehingga konsekuensi logisnya adalah bisa punya penyelidik, penyidik, dan penuntut sendiri. Tidak harus bergantung kepada aparat penegak hukum yang ada," kata Gandjar.

Namun, upaya revisi yang hendak dilakukan, baik oleh DPR maupun pemerintah, dilokalisasi dalam empat hal. Upaya-upaya itu adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK, penambahan kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pengaturan tentang penyadapan, serta kemungkinan KPK mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum sendiri.

Tapi, benarkah revisi UU KPK dengan membahas empat hal itu tak melemahkan KPK?

Terkait lembaga pengawas, KPK sebenarnya memiliki lembaga dengan fungsi hampir sama, yaitu penasihat. Namun, karena strukturnya berada di dalam KPK, lembaga ini terkesan tak optimal melakukan pengawasan. Padahal, pada praktiknya penasihat bisa merekomendasikan pembentukan komite etik (yang melibatkan orang luar) jika terjadi pelanggaran.

Terkait pengangkatan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum sendiri, KPK tak mempermasalahkan. Yang bakal menimbulkan resistansi dari KPK adalah izin penyadapan dan pemberian kewenangan SP3.

Upaya mengikis habis korupsi di negeri ini masih panjang. Peta jalan sudah dibuat. Jika revisi UU KPK memang memperkuat pemberantasan korupsi, KPK ke depan bakal semakin mudah mengikuti peta yang sudah dibuat. Tetapi, bagaimana jika sebaliknya? (Khaerudin)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2015, di halaman 3 dengan judul "Peta Jalan dan Upaya Revisi UU KPK".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com