Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/12/2015, 03:56 WIB

Oleh: Saldi Isra

Sebagai salah satu institusi publik dengan status "yang terhormat", anggota DPR memiliki kewajiban moral, etik, dan hukum untuk menjaga dan melindungi institusi mereka. Semakin tinggi posisi politik yang dipegang seorang anggota, kian tinggi pula tanggung jawab menjaga kehormatan institusi.          

Sadar dengan segala kemungkinan yang dapat merusak makna hakiki status "yang terhormat" itu, DPR berupaya mengantisipasinya dengan membuat kode etik. Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik dinyatakan, kode etik adalah norma yang wajib dipatuhi setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas institusi DPR.

Dengan ditahbiskannya kewajiban menjaga status yang terhormat itu, bagi yang terbukti melakukan pelanggaran, anggota DPR dapat diberi sanksi berat berupa pemberhentian sementara minimal tiga bulan.

Tidak hanya itu, merujuk UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), jika terbukti melakukan pelanggaran kode etik, sanksi berat bisa berujung pada pemberhentian sebagai anggota DPR.

Indikasi pelanggaran

Kasus (secara bobot lebih tepat disebut "skandal") rekaman pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto yang terindikasi mencatut nama Presiden Joko Widodo dan nama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam proses perpanjangan kontrak Freeport tentu saja menjadi ujian sesungguhnya penegakan kode etik DPR.

KOMPAS/AGUS SUSANTO Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra.
Dalam batas penalaran wajar, apabila rekaman yang beredar luas di masyarakat benar adanya, sulit mengatakan bahwa tindakan itu bukan merupakan pelanggaran kode etik.

Menelisik substansi Peraturan DPR No 1/2015, pertemuan Novanto dengan Freeport sangat terkait dengan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan anggota DPR.

Bahkan, dengan posisi sebagai Ketua DPR, kasus "papa minta saham" ini berpotensi menggerus martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas institusi DPR.

Dalam posisi tersebut, sulit mengatakan bahwa Novanto tidak menunggangi institusinya untuk kepentingan yang sama sekali jauh dari kepentingan DPR.

Pertama, tindakan yang dilakukan Novanto berkait dengan soal integritas sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 Kode Etik DPR. Dalam hal ini, anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterima sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kondisi kian buruk karena, dalam posisi sebagai Ketua DPR, sulit mengatakan bahwa tindakan tersebut bukan merupakan bentuk nyata dari memperdagangkan pengaruh (trading influence).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com