JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan.
Melalui Mohammad El Idris, Nazaruddin didakwa menerima Rp 23.119.278.000 dari PT DGI. Sedangkan dari PT NK, Nazaruddin menerima Rp 17.250.750.744 melalui Heru Sulaksono.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan disebabkan karena telah melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa penuntut umum Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Saat menerima gratifikasi, Nazar masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.
Menurut dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.
Gratifikasi PT Nindya Karya
Sekitar akhir tahun 2008 atau awal 2009, Direktur Utama PT Nindya Karya Kiming Marsono meminta Nazar agar perusahaannya dimuluskan sebagai tender proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya.
Nazar menyanggupi dan meminta fee 22 persen dari nilai kontrak proyek. Kemudian, bawahan Nazar, Mindo Rosalina Manulang menyampaikan kepada PT NK bahwa Nazar tengah mengupayakan anggaran di Badan Anggaran DPR RI.
"Ditegaskan kembali mengenai adanya komitmen fee yang harus diberikan kepada terdakwa setelah kedua proyek itu didapatkan PT NK," kata jaksa.
Setelah PT NK mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya, Nazar kembali menagih fee tersebut.
Pemberian fee dilakukan secara bertahap kepada Nazar melalui staf keuangan Permai Grup, Ade Susanto.
Setelah itu, uang disimpan oleh dua anak buah Nazar, Yulianis dan Oktarina Furi.
Gratifikasi PT DGI
Sekitar awal 2010, pihak PT DGI menemui Nazar untuk meminta bantuan agar sejumlah proyek bisa diloloskan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Adapun sejumlah proyek yang diajukan PT DGI, yaitu pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya Tahap III, RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RS Ponorogo.
Nazar menyanggupinya dengan meminta fee sebesar 21-22 persen dari nilai kontrak proyek. Nazar meminta bawahannya, Mindo Rosalina Manulang untuk menemui masing-masing satuan kerja pemerintah pengguna anggaran untuk memenangkan PT DGI.
"Menindaklanjuti perintah terdakwa, Mindo menemui El Idris dalam rangka menagih realisasi komitmen fee atas proyek-proyek yang dikerjakan PT DGI," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Nazar dijerat Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.